PBHI Sebut Demokrasi Akan Mati Jika Pemilu Dibajak

Ilustrasi Pemilu I Ist
Ilustrasi Pemilu | ist

FORUM KEADILAN – Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengungkapkan bahwa demokrasi di Indonesia telah mati tatkala pemilihan umum (pemilu) dibajak.

Julius mengaku kalau dirinya menemukan fakta-fakta adanya campur tangan negara dalam mencoba merekayasa pemilu agar hasilnya sesuai dengan kehendak penguasa saat ini.

Bacaan Lainnya

Mulai dari istilah “cawe-cawe” yang diungkapkan Jokowi. Juga, data dan arah parpol yang diduga didapatkan dari instansi intelijen.

Kata Julius, temuan ini menguat setelah muncul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023 soal ambang batas usia capres-cawapres yang meloloskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, melenggang ke kontestasi Pilpres 2024.

Ditambah lagi dengan adanya dugaan intimidasi terhadap Ketua BEM UI dan pencopotan baliho.

Dia menyebut, data inilah yang menjadi dasar argumen bahwa demokrasi telah mati karena sudah dikondisikan. Sehingga hak asasi manusia, terutama hak politik telah dilanggar.

“Jika pemilu ini dibajak, maka bisa dimaknai bahwa demokrasi kita telah mati,” ucap Julius dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis yang disiarkan di YouTube PBHI, Minggu, 12/11/2023.

Julius mengaku khawatir, adanya campur tangan negara menyebabkan hilangnya ruang bebas untuk masyarakat dalam berkontribusi dan berpartisipasi dalam pemilu.

“Sehingga masyarakat tidak percaya pada pemilu dan pemilu tidak mendapat legitimasinya,” tuturnya

Ia menyebut, hal penting yang harus diperhatikan negara saat ini ialah agar tidak terjadi ketidakpatuhan masyarakat terhadap perangkat negara, terhadap hasil pemilu, dan pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu.*

Laporan Syahrul Baihaqi