Jokowi: Guru Bukan Sekadar Seorang yang Digugu dan Ditiru, tapi Penentu Peradaban

Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) menyerukan agar dilakukannya gencatan senjata untuk mengakhiri kondisi berbahaya di Jalur Gaza akibat serangan dari Israel | YouTube Sekretariat Presiden
Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) menyerukan agar dilakukannya gencatan senjata untuk mengakhiri kondisi berbahaya di Jalur Gaza akibat serangan dari Israel | YouTube Sekretariat Presiden

FORUM KEADILAN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut mengucapkan selamat Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November.

Melalui media sosialnya, Jokowi mengunggah foto ilustrasi kegiatan belajar guru dan siswinya.

Bacaan Lainnya

Jokowi mengatakan, guru bukan lagi sekadar seorang yang digugu dan ditiru, melainkan tokoh yang menentukan laju peradaban bangsa.

“Guru bukan lagi sekadar seorang yang digugu dan ditiru, yang menjadi suri teladan anak-anak didik, melainkan tokoh yang menentukan laju peradaban bangsa,” tulis Jokowi di media sosialnya, Sabtu, 25/11/2023.

Jokowi mengatakan bahwa guru menjadi jembatan anak-anak masa kini untuk melangkah ke masa depan.

“Mereka menjadi jembatan anak-anak masa kini untuk melangkah ke masa depan. Di pundak mereka tersampir harapan orang tua, masyarakat, dan bangsa besar ini. Selamat Hari Guru Nasional,” kata Jokowi lagi.

Sejarah Hari Guru Nasional

Penetapan 25 November sebagai Hari Guru Nasional tidak dapat dilepaskan dari sejarah pembentukan organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Dilansir dari penelitian Dinamika Konflik Antara Persatuan Guru Republik Indonesia dan Partai Komunis Indonesia, sebelum adanya PGRI, pada 1912, organisasi profesi guru ini dikenal sebagai Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).

Namun, karena dianggap tidak efektif dalam menyamakan hak-hak anggotanya, PGHB kemudian terpecah menjadi dua, yakni Persatuan Guru Bantu (PGB) dan Perserikatan Guru Desa (PGD).

Pada 1932, PGHB mengubah namanya menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Awalnya, perubahan nama ini mendapat kritik dari pihak Belanda karena mencantumkan kata
‘Indonesia’, namun nama tersebut tetap dipertahankan hingga berakhirnya masa penjajahan Belanda.

Namun, selama pendudukan Jepang, PGI dilarang beraktivitas, baik dalam organisasi maupun dalam segala kegiatan pendidikan. Bahkan, seluruh sekolah tidak diizinkan beroperasi.

Situasi ini berubah setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Untuk menghidupkan kembali kegiatan pendidikan, diselenggarakan Kongres Guru Indonesia yang dipimpin oleh tokoh-tokoh pendidik seperti Amin Singgih dan Rh. Koesnan.

Kongres tersebut berlangsung pada 24 hingga 25 November 1945 di Sekolah Guru Puteri di Surakarta, Jawa Tengah.

Hasil dari kongres tersebut ialah keputusan untuk menghapus segala perbedaan dalam setiap aspek organisasi dan kelompok guru.

Dari kongres tersebut, lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), yang didirikan pada 25 November 1945. Organisasi ini bertujuan untuk menyatukan seluruh tenaga pendidik di Indonesia.

PGRI dianggap sebagai bentuk perjuangan guru terhadap pendidikan dan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah kemudian menetapkan Hari Ulang Tahun (HUT) PGRI sebagai Hari Guru Nasional yang diperingati setiap tahun. Keputusan ini sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 78 Tahun 1994.

Menurut Keppres Nomor 78 Tahun 1994, guru memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, terutama dalam konteks pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.*