Etika Pimpinan KPK Harus Melampaui Hukum

Gedung KPK | Merinda Faradianti/ForumKeadilan
Gedung KPK | Merinda Faradianti/ForumKeadilan

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membiarkan Firli Bahuri bekerja sampai diterbitkannya surat pemberhentian sementara. Padahal, etika jauh melampaui hukum.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyebut, Firli Bahuri belum diberhentikan karena masih menunggu Keputusan Presiden (Keppres).

Bacaan Lainnya

“NKRI ini negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum. Dalam UU KPK, mengatur bahwa pimpinan yang ditetapkan sebagai tersangka, diberhentikan sementara berdasarkan Surat Keputusan Presiden,” ucap Tanak kepada Forum Keadilan, Jumat 24/11/2023.

Selaras dengan itu, Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri pun membenarkan bahwa Firli Bahuri masih aktif di KPK. Sebab, kata dia, memang seperti itu aturannya.

“Aturan undang-undangnya memang demikian. KPK tentu harus patuh pada undang-undang,” ujar Ali Fikri.

Namun, kata Ali, pihaknya juga tak ingin sikap KPK diartikan sebagai tindakan untuk membela diri.

“Kami tidak membela diri, silakan baca aturan undang-undangnya memang demikian. Kami tak ingin melanggar undang-undang,” lanjutnya.

Terkait hal ini, Manager Program Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Gina Sabrina punya pendapat berbeda. Menurutnya, etika jauh melampaui hukum. Jadi, tanpa Keppres pun harusnya Firli mengundurkan diri.

“Etika itu jauh melampaui dari hukum. Apalagi soal korupsi. Harusnya mendahulukan etika dan moril,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 24/11.

Gina mengungkapkan, apa yang dikhawatirkan para pemerhati korupsi sebelumnya terhadap Firli terbukti saat ini. Pejabat di Indonesia saat ini, sedang mengalami krisis malu dan bermasalah dengan etik.

“Momentum ini membuktikan bahwa apa yang dikhawatirkan pemerhati korupsi, terjadi saat ini. Saat dia mulai dari revisi UU KPK, dan sampai sekarang jadi Ketua. Memang betul apa yang ditakutkan sebelumnya terjadi. Pejabat kita saat ini memang bermasalah dengan etik. Tanpa malu walaupun sudah melakukan kesalahan,” lanjutnya.

Gina juga menyayangkan kolega Firli di KPK yang seakan melindunginya. Kata dia, Firli memang bisa berlindung di balik asas praduga tak bersalah, namun sebagai penegak hukum, ia paham tindakan yang seharusnya dilakukan.

“Sangat disayangkan juga ketika koleganya yang seharusnya mengingatkan dia mundur, tapi tidak terjadi. Memang wajar kita menaruh curiga bahwa ada asumsi-asumsi bahwa jangan-jangan melindungi pimpinannya,” ujar Gina.

Sikap para komisioner KPK tersebut, menurut Gina justru memperlihatkan kalau lembaga antirasuah itu sedang tidak baik-baik saja.

Gina berpendapat, penetapan tersangka terhadap Ketua KPK saja, sudah membuat rasa percaya masyarakat kepada KPK semakin menurun. Apalagi kalau ditambah dengan enggannya Firli mengundurkan diri secara gentle.

Pendapat serupa juga muncul dari Pimpinan KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang. Tak tanggung-tanggung, karena sikap KPK yang seperti itu, Saut pun meminta agar semua pimpinan KPK diganti.

“Syaratnya menjadi ketua pemberantasan korupsi itu harus transparan, terbuka, karena harus akuntabel dan terbebas dari kepentingan pribadi. Kalau pimpinan yang lain gimana, sama enggak? Kalau sama, iya pikirku, harus diluruskan. Memang saat ini saya lihat lima-limanya perlu diluruskan dan lima-limanya harus diganti,” kata Saut kepada Forum Keadilan, Jumat 24/11.

Menurut Saut, semua permasalahan di KPK yang terjadi saat ini, merupakan imbas dari adanya pembiaran oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

“Iya karena dibiarkan (Dewas KPK) jadinya begini. Jadi kesannya pembiaran ya, jadi kayak gitu. Karena Dewas ini membiarkan, ibaratnya kalau teori, kayak besi berkarat dibiarin, dibiarin, akhirnya sekarang patah,” terangnya.

Tidak hanya Dewas, Saut juga menilai Komisi III DPR RI sebagai mitra KPK juga dinilai membiarkan permasalah itu terjadi. Pasalnya, awal pemilihan Firli, pihak KPK sudah mengirimkan surat kepada Komisi III agar Firli tidak diikutsertakan dalam pencalonan dan meminta untuk tidak dipilih. Tetapi Komisi III tetap memilihnya.

“Kalau sudah seperti ini kan bukan hanya KPK, tetapi seluruh Indonesia yang menanggung, bagaimana ketua pemberantasan korupsi kok kayak gini,” tandasnya.* (Tim FORUM KEADILAN)