Praperadilan Firli Ditolak, Prof Suparji: Mencederai Rasa Keadilan

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad usai jadi saksi ahli dalam sidang praperadilan Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 15/12/2023
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Prof Suparji Ahmad usai jadi saksi ahli dalam sidang praperadilan Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 15/12/2023 | M. Hafid/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) yang juga sebagai saksi ahli Firli, Prof Suparji Ahmad menanggapi penolakan gugatan praperadilan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri oleh Hakim Imelda Herawati. Menurutnya, penolakan tersebut mencederai rasa keadilan.

“Ditolaknya permohonan praperadilan yang diajukan FB, telah mencederai rasa keadilan karena tidak sesuai dengan fakta persidangan dan alat bukti yang mengemuka dalam persidangan,” kata Suparji di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 19/12/2023.

Bacaan Lainnya

Meski begitu, Suparji mengatakan bahwa keputusan yang diambil Hakim Imelda harus dihormati, sekalipun secara substansi putusan tersebut tidak sesuai dengan nilai keadilan.

Namun, lanjut Suparji, semestinya hakim mempertimbangkan mengenai proses yang dilakukan pihak Polda Metro Jaya dalam menangani kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang dianggap tidak melakukan penyelidikan sesuai ketentuan, tapi justru langsung mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

“Fakta bahwa laporan polisi tidak ditindaklanjuti dengan penyelidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi langsung keluar Surat Perintah Penyidikan (sprindik), semestinya dipertimbangkan,” ungkapnya.

“Laporan polisi yang langsung ditindaklanjuti dengan sprindik pada tanggal yang sama yaitu 09 Oktober 2023, menunjukkan tidak adanya penyelidikan dan adanya kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka,” imbuhnya.

Selain itu, menurut Suparji, hakim seharusnya mempertimbangkan terkait fakta bahwa tidak ada saksi yang diperiksa selama proses penyidikan, bahkan tidak ada saksi yang mengetahui atau mendengar adanya pemerasan, penerimaan gratifikasi kepada Firli, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU Tipikor.

“Selain itu, patut dipertimbangkan bahwa bukti berupa foto yang dianggap sebagai petunjuk, tidak dapat dikualifikasi sebagai alat bukti yang sah, sebab selain pengambilan foto sebagai bagian dari alat bukti elektronik tidak dilakukan secara sah dan tidak membuktikan adanya pemerasan, gratifikasi atau suap, tetapi hanya menunjukkan SYL dan temannya menemui FB,” terangnya.

Menurut Suparji, seharusnya penetapan tersangka Firli Bahuri dinyatakan tidak sah secara prosedural, karena semua alat bukti dianggap tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor: 21/PUU-XII/2014, yang pada pokoknya menyatakan alat bukti harus bersifat kuantitatif dan kualitatif.

“Tidak ada satu pun alat bukti yang menunjukkan adanya actus rea maupun mens rea sebagaimana dimaksud Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor,” sargahnya.

Suparji mendorong agar Firli dapat kembali mengajukan praperadilan untuk kedua kalinya, guna mendapatkan keadilan.

“Demi keadilan, maka FB dapat mengajukan praperadilan yang kedua,” pungkasnya.

Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan Imelda Herawati menyatakan menolak praperadilan yang diajukan Firli Bahuri terkait status tersangka kasus pemerasan.

“Menyatakan praperadilan pemohon (Firli) tidak dapat diterima,” kata Imelda di PN Jakarta Selatan, Selasa, 19/12.

Hakim Imelda mengungkapkan, alasan ditolaknya gugatan praperadilan yang dilayangkan Firli. Menurutnya, praperadilan Pemohon tidak berdasar.

“Praperadilan Pemohon tak berdasar,” ujar Imelda.

Dengan demikian, penetapan tersangka Firli yang dilakukan oleh polisi telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku. Hakim menyatakan status tersangka Firli tetap sah dan tak bisa digugurkan.

Hakim Imelda juga memberi sanksi pembebanan biaya penanganan perkara kepada Firli.

“Membebankan biaya perkara kepada pemohon,” ujarnya.*

Laporan M. Hafid

Pos terkait