Food Estate dan Karpet Merah TNI Masuk ke Ranah Sipil

Rantis Maung
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjajal mobil kendaraan taktis buatan dalam negeri yang diberi nama 'Maung' oleh Jokowi seusai pembukaan Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di kantor Kemenhan, Jakarta, Rabu (18/1/2023). | Dok Sekretariat Presiden

FORUM KEADILANFood Estate merupakan salah satu Program Strategis Nasional untuk mencegah terjadinya krisis pangan akibat pandemi Covid-19 lalu. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto diberikan tanggung jawab langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengelola ketahanan pangan di Indonesia.

Masuknya militer ke ranah sipil dalam menjaga ketahanan pangan adalah turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Dalam UU itu menyebut bahwa hal-hal yang menyangkut kedaulatan negara maka tentara nasional Indonesia dapat digunakan untuk melakukan mobilisasi.

Bacaan Lainnya

UU 23/2019 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, kerusakan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya alam, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serangan kimia, atau wujud ancaman yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa.

Manajer Kampanye Hutan Walhi Uli Arta Siagian menilai, di sini lah letak kesalahan pemerintah dalam menerjemahkan UU tersebut dan melibatkan militer terlibat di program Food Estate.

“Kesalahannya sejak UU itu disusun, nanti bisa jadi bukan hanya urusan pangan saja, tapi bisa juga urusan sumber daya yang lain, energi misalnya,” tuturnya. Dengan alasan itu bisa dipakai untuk menurunkan militer di lokasi Proyek Strategis Nasional,” ucap Uli kepada Forum Keadilan, Jumat, 18/8/2023.

Uli mengkhawatirkan terlibatnya TNI pada program ini dapat membawa pada konflik kepentingan karena bersinggungan langsung dengan korporasi. Menurutnya, akan sangat memungkinkan antara tentara dan korporat saling dukung satu sama lain untuk memenuhi kepentingan masing-masing.

“Pemodal akan pakai semua cara mereka untuk menjaga sirkuit kapital mereka. Hukum salah satunya. Sedangkan tentara sebagai alat untuk melindungi operasinal mereka,” kata Uli.

“Militer tidak ada background dan kapasitas untuk cetak sawah. Mereka itu kapasitasnya berperang, melindungi negara. Makannya dalam banyak hal corak pekerjaan mereka yang berperang, melindungi negara kemudian terlihat ketika misalnya diberikan kesempatan dan tanggung jawab untuk membangun cetak-cetak sawah,” kata Uli lagi.

Senada dengan Uli, Ketua PBHI Nasional Julius Ibrani menilai bahwa TNI sudah meleset jauh dari tupoksinya. Dirinya menilai sudah amat sangat berbahaya atas masuknya TNI ke ranah sipil. Menurutnya, program ini sudah gagal total sejak dalam proses penyusunan dan tahap pelaksanaan. Namun secara politik, dirinya berpendapat, ini mendapat apresiasi atas keberhasilan tersebut.

“Faktanya sampai sekarang kan tetap dipaksakan karena kami tahu tujuannya adalah memberikan karpet merah ke ruang sipil,” ujar Julius kepada Forum Keadilan.

Jadi sebetulnya, kata Julius, ini bicara proyek tanda kutip yang dimanfaatkan untuk sektor pertahanan.

Julius menilai ada tujuan politik lain yang ingin dicapai Presiden Jokowi. Dirinya menyebut tidak lain tidak bukan ialah endorsment Jokowi terhadap Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

“Kita berasumsi secara kuat Food Estate ini menjadi salah satu sarana untuk memberikan legitimasi peran politik beserta dengan anggaran-anggarannya agar mampu melampaui ruang-ruang pertahanan yang menjadi dasar mereka masuk di ruang-ruang sipil,” tutupnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi 

Pos terkait