FORUM KEADILAN – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan tentang jumlah kelas menengah yang turun kasta.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penurunan kelas menengah ini terjadi karena adanya kenaikan harga atau inflasi yang sempat tinggi.
“Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah,” ujar Sri Mulyani di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 4/10/2024.
Sri Mulyani menyebut, walaupun sebagian kelas menengah turun, ada juga kelompok miskin yang naik menjadi kelompok menuju kelas menengah atau aspiring middle class.
“Jadi dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator, yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun,” kata Sri Mulyani.
Bendahara negara itu menilai bahwa ekonomi saat ini telah bertransformasi. Ia menyebut, meskipun banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di suatu sektor, tetapi masih banyak lapangan kerja yang terbuka di sektor lain.
“Menurut statistik, 11 juta lebih dalam 3 tahun terakhir angkatan kerja baru atau lapangan kerja baru terbuka, tapi ada PHK. Jadi ini semuanya harus dilihat secara keseluruhan,” katanya.
“Kalau sekarang banyak FDI pada area hilirisasi, itu mungkin area yang job creation-nya berbeda dengan area di mana labour intensive seperti alas kaki, tekstil, garmen, yang dulu memang menjadi area perciptaan kesempatan kerja. Another think munculnya kesempatan kerja baru karena sektor digital,” lanjutnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono sempat mengatakan, penurunan kelas menengah ini akan menjadi PR bagi pemerintahan berikutnya. Hingga kini, pemerintah masih terus mencermati soal fenomena ini.
“Ini memang menjadi suatu hal yang dicermati betul. Saya rasa ini memang menjadi PR pemerintahan Pak Prabowo. Utamanya bagaimana kini mencari solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi tadi,” ungkap Thomas dalam acara Media Gathering di Anyer, Banten.
Fenomena merosotnya kelas menengah ini, menurut keponakan Prabowo Subianto itu tak lepas dari dampak pandemi Covid-19, di mana saat itu ada peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Saya mau menggarisbawahi bahwa tantangan yang dihadapi kelas menengah bukan karena kebijakan yang kurang, kita harus melihat ini dari konteks pandemi,” tuturnya.
Jumlah kelas menengah di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 47,85 juta jiwa pada 2024. Angka ini setara dengan 17,13% proporsi masyarakat Indonesia.
Jumlah ini menurun dibandingkan 2019 yang mencapai 57,33 juta jiwa atau setara dengan 21,45% dari total penduduk Indonesia. Artinya terjadi penurunan 9,48 juta jiwa.*