Tingginya Pelanggaran Lalu Lintas Dampak Lemahnya Sistem Kepolisian

ilustrsasi kecelakaan
Ilustrasi kecelakaan motor. | Ist

FORUM KEADILAN – Sosiolog dari Universitas Nasional Sigit Rohadi menilai, perilaku ugal-ugalan masyarakat di lalu lintas tak lepas dari lemahnya sistem kepolisian dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Menurut Sigit, ujian materi maupun praktik yang ada di Indonesia untuk mendapat SIM sudah bagus karena sesuai Undang-Undang Lalu Lintas. Namun persoalannya, kata Sigit, standar tersebut tidak dijalankan dengan baik.

Bacaan Lainnya

Kata Sigit, pembuatan SIM selama ini melibatkan pusat-pusat kursus stir mobil yang tampaknya hanya dimiliki polisi atau sebagian besar bekerja sama dengan polisi untuk syarat pembuatannya, sehingga ujian pembuatan SIM tidak betul-betul menyaring orang yang memenuhi syarat atau tidak.

“Sehingga yang kita temui adalah pengemudi kendaraan yang memang tidak mematuhi aturan, kenapa dia tidak memenuhi aturan karena dia tidak mengikuti proses untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi secara layak, layaknya bagaimana mereka tidak mengikuti proses (pembuatan SIM dengan benar),” kata Sigit kepada Forum Keadilan, Kamis, 22/6/2023.

Selain itu, menurut Sigit, selama ini jarang para pengemudi yang ugalan-ugalan hingga membuat orang lain kehilangan nyawa dikenakan sanksi berupa cabut SIM.

“Para pelanggar lalu lintas yang ada di jalanan itu jarang sekali ancamannya itu dicabut SIMnya kalau sudah pelanggaran, katakan lah tabrakan maut yang mengakibatkan hilangnya sejumlah nyawa meninggal atau kelalaian yang mengakibatkan hilangnya sejumlah nyawa meninggal, mestinya pemilik SIMnya itu dicabut sampai batas waktu tertentu. Nah kalau SIMnya tidak dicabut maka tidak ada pembelajaran bagi para pemilik SIM,” bebernya.

“Karena kalau SIMnya dicabut, katakanlah pengemudi kendaraan umum, maka mereka akan kehilangan lapangan pekerjaan atau kehilangan pekerjaan dan ini kemudian akan membuat mereka sangat hati-hati untuk menjalankan, katakanlah bus, angkutan umum, dan sebagainya itu,” sambungnya.

Sigit juga menilai cara menerbitkan SIM yang selama ini ada di Indonesia belum betul-betul akurat. Sebab, kata dia, belum ada audit yang mengawasi masyarakat setelah memperoleh SIM.

“Setelah orang mendapat SIM itu seakan-akan sudah lepas dari kontrol lembaga-lembaga penegak hukum, terbukti dari penegakan hukumnya yang lemah. Nah ini yang juga tidak kalah penting ya, setelah orang itu mendapatkan SIM ini yang mestinya memperoleh perhatian dari penegak hukum,” katanya.

Evaluasi SIM Beri Angin Segar Aparat Kepolisian?

Sigit bahkan menilai, wacana yang dikemukakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang meminta jajarannya untuk melakukan perbaikan pembuatan SIM demi memudahkan masyarakat itu kontraproduktif, karena selama ini standar dalam pembuatan SIM sudah baik tapi tidak dijalankan dengan baik.

Lalu sekarang dipermudah, justru akan membuat polisi-polisi yang menerbitkan SIM di lapangan menerbitkan SIM dengan prosedur yang kurang ketat dan tertib.

“Dengan cara yang selama ini saja itu sudah kurang tertib ya, kerja sama dengan kursus mengemudi, kelemahan di dalam mengevaluasi para pemilik sim dan sebagainya itu masih terjadi. Kalau dia (Listyo) ada pernyataan seperti itu, seakan-akan memberi angin kepada aparat polisi untuk lebih mudah menerbitkan SIM, sehingga lalai menjaga integritas proses dalam penerbitan SIM,” tandasnya.*