Kabinet Prabowo-Gibran Tanpa Sri Mulyani dan Luhut Binsar Panjaitan

Calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka | Instagram @prabowo
Calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka | Instagram @prabowo

FORUM KEADILAN – Di media sosial (medsos) beredar bocoran postur kabinet Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Terdapat beberapa nama beken yang akan mengisi kursi menteri di kabinet tersebut.

Mempersiapkan kabinet yang matang dan profesional, Prabowo pada 31/1 lalu dalam acara Trimegah Political and Economic Outlook 2024, di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta Selatan, mengungkapkan keinginan dirinya dalam memilih menteri yang membantunya nanti.

Bacaan Lainnya

Prabowo mengatakan, menteri yang akan dipilih merupakan orang-orang yang bisa melaksanakan tugas dengan baik. Ia enggan mengajak orang-orang yang hanya pintar teori. Poin penting yang disorotinya adalah kemampuan melaksanakan tugas yang diberikan.

Namun, dari bocoran yang ramai di media sosial tersebut tidak terdapat nama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Seperti diketahui, kedua menteri tersebut terbilang moncer di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, mengatakan bahwa rancangan kabinet Prabowo-Gibran yang ada di medsos merupakan isu belaka. Ia juga mengonfirmasi bahwa nama Sri Mulyani memang tidak masuk dalam daftar calon menteri di kabinet tersebut.

“Bukan. Daftar yang beredar itu rubbish (sampah). Tapi memang Sri Mulyani tidak akan masuk,” katanya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 27/4/2024.

Saat dikonfirmasi lebih lanjut mengenai tidak adanya nama Sri Mulyani, Dradjad enggan menanggapi lebih lanjut.

Dari kacamata Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli, kriteria yang disebutkan Prabowo bahwa para menteri nanti harus orang yang bisa melaksanakan tugas, itu ialah hal yang baik dan bagus.

“Publik akan mendukungnya. Jadi, semoga saja seperti itu, pada saat nanti pengangkatan menteri berdasarkan kreteria tersebut. Wajar saja, Pak Prabowo tidak mengangkatnya lagi (Sri Mulyani dan Luhut Binsar Panjaitan), karena mereka sudah dua periode menjadi menteri. Semoga saja bukan karena ada perbedaan pandangan atau prinsip,” katanya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 27/4.

Di bocoran postur kabinet tersebut, pada jajaran menteri dan kepala staff banyak diisi oleh purnawirawan TNI. Menurut Lili, hal itu dimungkinkan karena Prabowo merasa memiliki latar belakang yang sama.

Namun, Lili juga mengingatkan, agar pemerintahan Prabowo-Gibran mempertimbangkan pengangkatan purnawirawan TNI tersebut. Sebab, jika terlalu banyak akan menyebabkan kecurigaan publik.

“Bisa saja karena latar belakang yang sama, tapi saya kira semoga saja pengangkatan para menteri itu bukan karena latar belakang sesama purnawirawan, tapi berdasarkan keahlian. Jangan sampai pengangkatan para purnawirawan terlalu banyak bisa memunculkan dugaan-dugaan yang tidak baik, karena teringat masa Orde Baru,” ungkapnya.

Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin juga sependapat. Keinginan Prabowo memilih menteri yang pintar bekerja dan berteori merupakan hal yang bagus. Sebab, memilih seorang menteri harus melewati pertimbangan yang panjang agar semua janji kampanye bisa terpenuhi.

“Apa yang disampaikan Prabowo mengenai postur kabinet yang bisa bekerja dengan baik, itu benar. Tidak hanya pintar berteori itu iya, karena menjadi seorang menteri itu bukan dosen atau pengajar. Bukan hanya pintar teori tapi pintar mengimplementasikan janji-janji Prabowo yang lalu,” katanya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 27/4.

Mengenai tidak ada nama Sri Mulyani dan Luhut Binsar Panjaitan, menurut Ujang merupakan hal yang biasa. Sebab, masih banyak orang-orang pintar yang bisa menduduki posisi tersebut.

“Kan orang pintar di republik ini banyak, oleh karena itu kalau nggak ada nama mereka berdua mungkin ada nama yang lebih moncer lagi dan cocok. Pak Luhut juga sudah senior dan sakit, kalau dipaksa nggak bagus juga. Jadi itu tepat saja kalau dua nama itu nggak ada. Mungkin sudah diperhitungkan dengan rasional oleh Prabowo,” tutupnya.*

Laporan Merinda Faradianti