KPPU Denda Rp71,2 Juta pada 7 Perusahaan yang Timbun Minyak Goreng

KPPU sebut penimbunan MinyakKita merata di Indonesia
KPPU sebut penimbunan MinyakKita merata di Indonesia

FORUM KEADILAN – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda terhadap tujuh perusahaan yang terbukti menimbun minyak goreng di tengah kelangkaan pada tahun lalu.

Dalam putusannya, Majelis Komisi menyatakan bahwa dari total 27 perusahaan yang dijadikan terlapor dalam perkara tidak terbukti melanggar pasal 5 terkait penetapan harga.

Bacaan Lainnya

Namun, Majelis Komisi memutuskan bahwa 7 terlapor, diantaranya terlapor I (PT Asia Agro Agung Jaya) , terlapor II (PT Batara Elok Semesta Terpadu), terlapor V (PT Incasi Raya), terlapor XVIII (PT Salim Ivomas Pratama Tbk), terlapor XX (PT Budi Nabati Perkasa), terlapor XXIII (PT Multimas Nabati Asahan) dan terlapor XXIV (PT Sinar Alam Permai), secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf C terkait pembatasan peredara atau penjualan barang.

“Atas pelanggaran di atas, KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam kepada 7 terlapor tersebut, dengan total denda yang mencapai Rp71.280.000.000,” kata Majelis Komisi Dinni Melanie, di kantor KPPU, Jakarta, Minggu, 28/5/23

Perkara ini merupakan berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 oleh para terlapor pada periode bulan Oktober 2021 sampai dengan bulan Desember 2021, dan periode bulan Maret 2022 sampai dengan bulan Mei 2022.

Para terlapor juga diduga melakukan pelanggaran Pasal 19 huruf C UU Nomor 5 Tahun 1999 pada periode bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Mei 2022 dalam penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia.

Kasus bergulir hingga proses pemeriksaan oleh Majelis Komisi, dan pemeriksaan pendahuluan atas perkara ini dilakukan Majelis Komisi sejak tanggal 20 Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 25 November 2022, serta perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan hingga tanggal 4 April 2023.

Majelis Komisi juga menemukan bahwa para terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran.

Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET.

Pada faktanya, saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET.

Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat.

Hal ini merupakan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha dalam melakukan kegiatan produksi dan atau pemasaran minyak goreng kemasan.

Sehingga Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi dampak pelanggaran Pasal 19 huruf C Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.*

 

LaporanĀ Novia Suhari