Senin, 14 Juli 2025
Menu

Amnesty Desak Pemerintah Tindak Penganiayaan Warga Rempang oleh Preman

Redaksi
Ilustrasi intimidasi | Ist
Ilustrasi intimidasi | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Deputi Amnesty Internasional Wirya Adiwena mengecam keras kekerasan dan intimidasi yang terjadi di Pulau Rempang. Insiden ini diduga melibatkan belasan orang tak dikenal yang berpakaian preman pada Rabu, 18/9/2024.

Wirya menilai kekerasan ini sangat merugikan masyarakat Indonesia, terutama mengingat peringatan setahun kekerasan yang dialami warga Rempang pada 7 September 2023. Saat itu, warga memprotes pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.

“Intimidasi dan kekerasan kembali mengusik kehidupan warga Rempang, padahal masih kuat ingatan mereka akan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan setahun lalu pada 7 September 2023, ketika warga memprotes pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City,” kata Wirya dalam keterangannya, Kamis, 19/9.

Menurut Wirya, kekerasan oleh kelompok preman ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam melindungi warga negara. Ia menyayangkan pemerintah yang seharusnya melindungi masyarakat adat, malah membiarkan mereka terancam dengan penggusuran atas nama proyek nasional.

“Tindakan kekerasan dan intimidasi ini tidak hanya menunjukkan pemerintah gagal melindungi warganya, namun menunjukkan represi yang terus berlanjut terhadap masyarakat adat yang berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka dari ancaman pembangunan PSN,” tegas Wirya.

Aktivis Hak Asasi Manusia ini juga menilai kekerasan pada 7 September 2023 dan insiden terbaru pada 18 September 2024 menunjukkan pemerintah abai terhadap keselamatan rakyatnya.

Wirya mendesak pihak penegak hukum untuk segera menyelidiki kasus kekerasan ini dan menindak tegas pelakunya.

“Kami mendesak pihak berwenang untuk segera menyelidiki dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap para pelaku kekerasan dan intimidasi ini,” tegasnya.

Sekelompok orang berpakaian preman diduga melakukan penganiayaan terhadap warga Rempang, memaksa masuk ke wilayah yang dijaga warga, dan mengklaim kawasan tersebut sebagai wilayah kerja mereka.

Akibatnya, tiga orang mengalami luka-luka, dan belasan lainnya menjadi korban pemukulan. Salah satu korban mengalami luka di pelipis akibat dipukul dengan helm, sementara korban lainnya mengalami wajah lebam dan tangan terkilir akibat kekerasan.

Amnesty Internasional menuntut pemerintah untuk mengambil sikap tegas terkait masalah ini dan berharap pemerintah membatalkan proyek nasional untuk menjaga ruang hidup masyarakat adat serta stabilitas di Rempang.*

Laporan Reynaldi Adi Surya