FORUM KEADILAN – Amnesty International Indonesia menyarankan agar kunjungan Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik sedunia Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 menjadi momentum untuk mendesak Indonesia menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu serta menghentikan pelanggaran HAM akibat kebijakan pembangunan saat ini, khususnya di Papua dan Rempang.
“Pesan perdamaian, cinta kasih, dan dialog yang selalu disampaikan Paus Fransiskus sangat relevan untuk dunia yang menghadapi perpecahan dan intoleransi. Kunjungan ini sangat penting untuk menegaskan kembali kewajiban setiap bangsa tentang nilai-nilai martabat manusia dan keadilan sosial,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, dalam keterangan tertulis yang diterima Forum Keadilan, Selasa, 3/9/2024.
Usman menjelaskan, Paus Fransiskus dijadwalkan bertemu dengan Presiden dan pejabat penting lainnya, menjadikannya kesempatan untuk mendesak Indonesia memenuhi komitmen di bidang HAM, termasuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu dan melindungi masyarakat, terutama masyarakat adat, dari dampak kebijakan ekonomi yang salah.
Menurut Usman, kunjungan ini juga menjadi platform penting untuk mengadvokasi penghentian kebijakan represif terhadap protes dan unjuk rasa, menyerukan perdamaian di Papua, serta mencegah diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama. Selain itu, pembunuhan aktivis HAM Munir yang telah 20 tahun berlalu juga memerlukan perhatian khusus.
Kata Usman, Indonesia, yang saat ini kembali aktif sebagai anggota Dewan HAM PBB, belum melaksanakan sejumlah rekomendasi penting terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu serta pelanggaran HAM akibat kebijakan pembangunan saat ini. Menurutnya, perlindungan terhadap kelompok minoritas agama juga belum sepenuhnya terlaksana.
Amnesty International Indonesia mencatat kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, seperti pembunuhan massal 1965/66, Tanjung Priok 1984, Lampung 1989, dan beberapa lainnya, termasuk yang terjadi di Papua.
Menurut catatan Amnesty, sejak Januari 2021 hingga Juli 2024, terdapat setidaknya 123 kasus intoleransi terkait penolakan, penutupan, atau perusakan tempat ibadah, serta serangan fisik terhadap pemeluk agama tertentu.
Amnesty International berharap kunjungan Paus Fransiskus dapat menyoroti isu-isu ini untuk memastikan perlindungan kebebasan beragama di Indonesia.
Kunjungan Paus juga diharapkan menyoroti situasi di Papua yang terus dilanda konflik, di mana hak-hak warga sipil terancam.
“Tanah Papua, yang telah mengalami kekerasan selama puluhan tahun, harus menjadi perhatian. Eskalasi kekerasan, militerisasi, dan penindasan terhadap perbedaan pendapat di Papua telah mengakibatkan banyak korban sipil, pengungsian, dan krisis kemanusiaan yang membutuhkan perhatian mendesak,” tegas Usman.
Amnesty mencatat 132 kasus pembunuhan di luar hukum di Papua dari Februari 2018 hingga Agustus 2024, dengan 242 korban jiwa. Sebagian besar dilakukan oleh aparat keamanan, sementara sebagian lainnya oleh kelompok bersenjata pro-kemerdekaan.
“Karena itu Paus Fransiskus juga harus menekankan pentingnya dialog damai dan resolusi yang menghormati hak asasi manusia serta aspirasi rakyat Papua,” tandas Usman.*
LaporanĀ Novia Suhari