Hasto: Pemilu 2024 Perpaduan Sempurna Kecurangan Pemilu 1971 dan 2009

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kedua dari kanan) saat menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan Barikade 98 di Ckini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 18/3/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kedua dari kanan) saat menjadi pembicara dalam diskusi yang diadakan Barikade 98 di Ckini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 18/3/2024 | M. Hafid/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebut, kecurangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terjadi dari hulu ke hilir. Segala bentuk kecurangan tersebut, kata dia, merupakan perpaduan sempurna antara Pemilu 1971 dan 2009.

“Saya katakan bahwa Pemilu 2024 itu merupakan perpaduan sempurna dari seluruh kecurangan yang terjadi pada Pemilu 1971 dan Pemilu 2009, kecurangannya terjadi dari hulu ke hilir,” kata Hasto saat menjadi salah satu pembicara dalam diskusi “Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik” yang diadakan oleh Barikade 98 di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 18/3/2024.

Bacaan Lainnya

Bedanya, kata hasto, hanya terletak pada metode yang dipakai. Pada Pemilu 1971 dan 2009 menggunakan instrumen kekerasan yang dilakukan oleh ABRI dengan menggunakan sumber daya yang tidak terbatas dari negara.

“Saat ini pun juga sama dilakukan oleh instrumen negara yang seharusnya netral dengan sumber-sumber daya dari negara,” ujarnya.

Menurut Hasto, Sistem Rekapitulasi (Sirekap) yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan salah satu instrumen yang digunakan. Bagi Hasto, situs perhitungan suara tersebut digunakan hanya untuk membangun suatu persepsi di tengah masyarakat, karena hasil perhitungannya bisa diintervensi.

“Yang kedua, melakukan rekapitulasi secara berjenjang yang ternyata di KPU tidak ada meta datanya. Bagaimana suatu peristiwa yang sangat penting sebagai cermin dari kedaulatan rakyat itu ternyata meta data tidak ada,” ucapnya.

Alhasil, sirekap itu kata Hasto, merupakan alat yang digunakan untuk membenarkan suatu konspirasi dan kejahatan pemilu hanya demi memperpanjang kekuasaan pemerintah saat ini, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) dari Presiden Jokowi itu betul-betul dilakukan,” ungkapnya.

Menurut politikus asal Jogja ini, semua kecurangan dari hulu ke hilir tersebut akan sulit terbantahkan, sekalipun lanjut dia, suatu kejahatan pemilu terkadang dirancang tanpa adanya bukti, karena dilakukan secara masif.

“Meskipun kita tahu, ketika suatu kejahatan pemilu dirancang, kejahatan demokrasi dirancang itu memang tanpa bukti, tetapi di dalam perencanaan yang begitu masif karena sifatnya hulu ke hilir, otomatis membuka berbagai sisi-sisi kelemahan dari operasi yang dilakukan itu,” tuturnya.

Hasto menilai, adanya kejahatan layaknya yang terjadi pada masa Orde Baru dalam Pemilu 2024 telah membuka mata dan telinga bahwa kejahatan tersebut bukan hanya urusan perebutan kekuasaan, melainkan soal masa depan bangsa.

Hasto menyinggung soal adanya rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan nomor 90 yang menjadi cikal bakal lolosnya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden. Hal itu, kata Hasto, menandakan bahwa supremasi hukum di Indonesia telah dirontokkan oleh ambisi kekuasaan.

“Berbagai pengakuan sudah menunjukkan, ketika rekayasa hukum di MK, itu ada suatu intervensi, ada intervensi yang melobi kepada suatu lembaga yang seharusnya merdeka dari campur tangan kekuasaan presiden, tapi ternyata karena ada hubungan kekerabatan, ada kepentingan-kepentingan politik itu mudah diintervensi,” pungkasnya.*

Laporan M. Hafid