Motif PDIP Sering Tuding Pemerintahan Jokowi

FORUM KEADILAN – Hubungan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri terlihat memburuk. Baru-baru ini PDIP menyatakan bahwa Jokowi dan putranya Gibran Rakabuming Raka tidak lagi bagian dari partai banteng tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto juga sempat mengungkapkan bahwa Jokowi pernah berupaya mengambil kursi kekuasaan Ketum PDIP. Peristiwa tersebut terjadi jauh sebelum Pemilu 2024.
Tak hanya itu, Jokowi juga pernah dituding merayu Megawati melalui menteri-menteri nya untuk meminta tiga periode kepemimpinan. Hal itu dinilai Hasto sebagai upaya Jokowi dalam melanggengkan kekuasannya.
Lalu, apa motif PDIP yang sering menuding Jokowi? Apakah berhubungan dengan upaya melakukan posisi tawar yang kuat atau sedang peralihan kekuasaan jadi oposisi?
Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli berpendapat, sikap PDIP yang selalu keras menuding Jokowi itu disebabkan karena adanya faktor kesal dan kecewa. Sebab Jokowi dan Gibran, dibesarkan serta diusung langsung oleh PDIP di beberapa pemilu.
Lili menilai, keputusan jalan politik Jokowi dan Gibran lah yang menyebabkan PDIP marah besar dan kecewa. Sehingga, hal itu dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat partai banteng itu keras dalam mengkritik pemerintahan Jokowi.
“Wajar memang, PDIP begitu keras menyerang Pak Jokowi karena disebabkan faktor kesal dan kecewa. Jokowi dan Gibran dibesarkan dan diusung oleh PDIP sebagai walikota, gubernur dan presiden. Namun, membelot dengan tidak mendukung calon yang diusung PDIP. Alih-alih mendukung, malah Gibran menjadi cawapres lain,” katanya kepada Forum Keadilan, Kamis, 25/4/2024.
Menurut Lili, serangan itu tidak dalam rangka posisi tawar masuk kabinet pemerintahan saat ini. Karena PDIP sendiri banyak dirayu untuk bergabung dengan pemerintahan dengan tujuan agar tidak keras dalam mengkritik.
“Peluang oposisi cukup besar, mengingat PDIP pernah jadi oposisi dan untuk saat ini ia tidak sejalan dengan Jokowi yang notabene menjadi bagian dari pemerintahan baru. Karena anaknya Gibran sebagai wakil presiden terpilih. Mungkin PDIP mau bergabung jika Jokowi lepas dari pemerintahan Pak Prabowo,” ungkap Lili.
Pengamat Politik Universitas Andalas Najmuddin Rasul juga menambahkan, yang menjadi penghambat PDIP bergabung dengan pemerintahan karena adanya Jokowi dan Gibran.
Namun, kata Najmudin, Megawati akan mempertimbangkan masuk koalisi pemerintahan, menimbang memiliki riwayat hubungan yang baik dengan Prabowo Subianto.
“Yang jadi penghambat adalah Jokowi dan Gibran. Sehingga, sulit rasanya Megawati bergabung dengan Prabowo walaupun ia punya hubungan yang baik,” katanya kepada Forum Keadilan, Kamis, 25/4.
Najmudin mengungkapkan, selama Prabowo masih memiliki hubungan dengan Jokowi dan Gibran maka selama itu pula Megawati tidak akan puas dengan pemerintahan.
“Sejauh yang saya pahami apa yang dikatakan PDIP menandakan begitu marahnya Megawati kepada Jokowi. Megawati sangat kecewa sampai ada yang mengatakan seperti membesarkan anak harimau. Dan sepertinya tudingan-tudingan itu juga didukung oleh bukti-bukti. Sehingga punya alasan yang kuat untuk mengatakan itu,” tutupnya.*
Laporan Merinda Faradianti