Jokowi Harapkan Indonesia Emas 2045 Lewat Bonus Demografi, Pengamat: Jangan Muluk-muluk

Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI
Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI | Ist

FORUM KEADILAN – Pengamat Ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) Gede Sandra mengatakan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai Indonesia akan memasuki masa kejayaan dengan bonus demografi merupakan hal yang muluk.

Pasalnya, Jokowi menyebut pada Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR, Indonesia pada tahun 2045 akan memasuki masa kejayaan di mana struktur penduduk secara demografis memasuki usia produktif 15-65 tahun.

Bacaan Lainnya

“Kita harus berhati-hati bahwa yang namanya bonus demografi bisa menjadi yang namanya bencana demografi. Kenapa, artinya pada saat tahun 2030 itu lapangan pekerjaan belum cukup banyak karena pertumbuhan ekonomi nya masih di bawah rata-rata. Pidatonya muluk-muluk. Pak Jokowi kan pidatonya selalu muluk-muluk. Apa yang disampaikan selalu bertentangan dengan realitanya,” katanya kepada Forum Keadilan, Rabu 16/8/2023.

Menurut Gede, pertumbuhan ekonomi yang hanya ada di angka 5 persen masih terbilang di bawah rata-rata untuk mewujudkan bonus demografi.

Katanya, jika memang benar pemerintah ingin serius mewujudkan hal tersebut maka hal yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan ekonomi di angka 10 persen di atas 10 tahun.

“Tapi kan Pak Jokowi dari 2014 janjinya 7 persen tapi kan 6 persen saja belum tercapai. Jadi muluk-muluk komentar saya,” lanjutnya.

Ia juga mengomentari soal anggaran yang digelontorkan untuk mewujudkan pendidikan yang baik bagi anak-anak Indonesia.

Dana tersebut diambil dari 20 persen APBD dengan total anggaran mencapai Rp660 triliun.

“Dana Rp660 triliun itu harus dicek, duit itu kemana. Mereka yang di bawah (masyarakat miskin) itu sedang menjerit karena sekolah mahal. Itu duit dimakan siapa, artinya apakah pengeluaran itu benar untuk kesejahteraan rakyat dalam hal pendidilan, ternyata enggak,” ungkapnya.

Gede juga menyayangkan saat ini masih ada orang tua siswa yang kesulitan karena terkendala mahalnya kebutuhan sekolah. Padahal, dana yang mencapai Rp 660 triliun tersebut khusus dianggarkan untuk pendidikan.

“Pendidikan nggak ada yang gratis dan orang tua siswa sedang sangat keberatan karena biaya sekolah tinggi. Masih sangat sulit untuk sekolah dan duit Rp660 triliun itu jika digunakan bisa untuk menyekolahkan anak-anak kita ke luar negeri terus nanti kembali lagi di Indonesia untuk membangun Indonesia,” lanjutnya.

Ia juga menegaskan, pihak seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga ICW agar bisa melakukan pengecekan atau audit terhadap dana tersebut. Karena, Gede berpendapat dana sebesar itu jika digunakan dengan benar bisa menyekolahkan anak-anak Indonesia hingga ke bangku perguruan tinggi.

“Harus diaudit, jangan-jangan hanya untuk memperkaya para birokrat di Kemendikbud, jangan-jangan. Karena curiga ada permainan sehingga duit Rp660 triliun itu semakin membuat pertumbuhan orang-orang kaya di lingkungan itu. Implementasi BPK, KPK, hingga ICW cek itu duit Rp660 triliun itu apa untuk gaji kepala sekolah atau buku untuk orang-orang miskin. Kan harusnya duit ini diprioritaskan untuk sekolah anak miskin dari SD sampai kuliah. Kalau ada sisanya baru untuk barang modal, perbaikan sekolah. Jangan terbalik,” tutupnya.

Sebelumnya, dalam Pidato Kepresidenannya di DPR-MPR, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa Indonesia memiliki peluang bonus demografi yang mencapai puncaknya pada tahun 2030 nanti.

Bonus demografi di Indonesia mencapai puncak pada tahun 2030 nanti. Ini merupakan sebuah peluang besar untuk Indonesia karena 68 persen penduduk mencapai usia produktifnya. Jokowi menyebutkan ini untuk meraih Indonesia Emas pada 2045 nanti.

“Disinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita,” ucap Jokowi.*

 

LaporanĀ Merinda Faradianti