Eks Presiden ACT Ahyudin Divonis 3,5 Tahun Penjara dalam Kasus Penggelapan Donasi

Ahyudin
Ahyudin. | Ist

FORUM KEADILAN – Eks Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin divonis 3,5 tahun penjara. Ahyudin dinyatakan terbukti melakukan penggelapan terkait dana donasi dari Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.

“Mengadili, menyatakan terdakwa Ahyudin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana serta melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan penggelapan dalam jabatan,” kata hakim di Pengadilan Negeri Jaksel, Jalan Ampera Raya, Selasa, 24/1/2023.

Bacaan Lainnya

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ahyudin 3 tahun 6 bulan penjara,” ujar hakim.

Ahyudin dinyatakan bersalah melanggar Pasal 374 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim menyatakan tak ada alasan pembenar dan pemaaf bagi Ahyudin.

Ahyudin dituntut 4 tahun penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) meyakini Ahyudin bersalah melakukan penggelapan terkait dana Rp 117 miliar dari donasi Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.

“Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Ahyudin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana serta melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan penggelapan dalam jabatan,” kata jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa, 27/12/2022.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ahyudin dengan pidana selama 4 tahun penjara,” ujar jaksa lagi.

Gelapkan Dana 

Perkara ini bermula pada 29 Oktober 2018, ketika pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.

Kemudian, The Boeing Company atau Boeing menyediakan dana sebesar USD 25 juta melalui Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.

Selain itu, Boeing memberikan dana sebesar USD 25 juta sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan.

“Dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, tetapi diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban,” kata jaksa.

Tiap ahli waris korban Lion Air 610 mendapat santunan dari Boeing sebesar USD 144.320 atau senilai Rp 2 miliar. Pihak ACT lalu menghubungi keluarga korban dan mengatakan telah ditunjuk dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing.

“Bahwa kemudian sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris telah mendapatkan santunan dari perusahaan Boeing, yaitu masing-masing ahli waris mendapatkan dana sebesar USD 144.320 (seratus empat puluh empat ribu tiga ratus dua puluh dolar Amerika) atau senilai Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (kurs Rp 14 ribu). Santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris sendiri,” ujar jaksa.

“Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan bahwa Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing,” imbuhnya.

Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial sebesar USD 144.500.

Jaksa menyebut Ahyudin bersama-sama Ibnu Khajar dan Hariyana telah menggunakan dana Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar Rp 117,9 miliar di luar peruntukannya.

“Bahwa saksi Ibnu Khajar selaku Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap dan juga menjabat selaku Senior Vice President Partnership Network Department GIP bersama-sama dengan terdakwa Drs Ahyudin selaku ketua Presiden Global Islamic Philantrophy dan saksi Hariyana binti Hermain selaku Senior Vice President Operational GIP dan juga selaku Direktur Keuangan Yayasan Aksi Cepat Tanggap telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 di luar dari peruntukannya, yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri,” ungkap jaksa.

Akibat perbuatannya, Ahyudin didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP.*