Senin, 29 Desember 2025
Menu

KPK Ungkap Alasan Setop Penyidikan Korupsi Tambang Nikel Rp2,7 T

Redaksi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan proses penyidikan kasus korupsi izin pertambangan nikel senilai Rp2,7 triliun yang menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Aswad Sulaiman. | Ilustrasi Rahmat Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan proses penyidikan kasus korupsi izin pertambangan nikel senilai Rp2,7 triliun yang menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Aswad Sulaiman. | Ilustrasi Rahmat Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan proses penyidikan kasus korupsi izin pertambangan nikel senilai Rp2,7 triliun yang menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Aswad Sulaiman.

Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus Aswad dilakukan dikarenakan tidak ditemukan bukti yang cukup dan kasus suap telah kadaluarsa.

“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2, Pasal-3 nya yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” katanya melalui keterangan tertulis, Minggu, 28/12/2025.

“Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009 ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait Pasal suapnya,” lanjutnya.

Budi mengatakan bahwa penerbitan SP3 juga dilakukan untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada para pihak terkait, karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum.

Menurutnya, keputusan itu sesuai dengan asas-asas pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mengatur kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Walaupun demikian, lanjutnya, KPK tetap membuka pintu bagi masyarakat yang mempunyai informasi baru mengenal kasus tersebut.

“Kami terbuka, jika masyarakat memiliki kebaruan informasi yang terkait dengan perkara ini untuk dapat menyampaikannya kepada KPK,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pemberian izin pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara pada Oktober 2017 lalu.

Aswad diduga merugikan keuangan negara hingga Rp2,7 triliun, yang berasal dari penjualan nikel atas pemberian izin kepada sejumlah perusahaan yang diduga melawan hukum.

“Indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp2,7 triliun, yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat perizinan yang melawan hukum,” jelas Saut Situmorang selaku Wakil Ketua KPK saat itu dalam jumpa pers, 3 Oktober 2017.

Aswad sebagai pejabat Bupati Konawe Utara 2007-2009 dan 2011-2016 menerbitkan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi hingga izin usaha produksi operasi produksi kepada sejumlah perusahaan mulai 2007 sampai 2014.

Di samping diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun, Aswad juga diduga menerima suap sebesar Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan terkait pertambangan nikel selama 2007-2009.

“Diduga telah menerima uang sejumlah Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara,” ujarnya.

Atas kasus dugaan suap tersebut, Aswad disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai informasi, sejumlah perusahaan yang mengeruk nikel di wilayah tersebut, di antaranya PT Unaaha Bakti, Konawe Nikel Nusantara (KNN), Bososi Pratama Nikel, Bumi Karya Utama (BKU), Dwi Multi Guna Sejahtera (DMS).

Lalu, Tristako, Singa Raja, PT Kimko, PT Seicho, PT Duta, PT Masempo Dalle, CV Eka Sari Indah, PT Titisan Berkah, PT CDS, PT MPM, PT Konawe Bumi Nusantara (KB), dan PT Surya Tenggara. *