Bekas Panitera PN Jakut Divonis 11,5 Tahun Penjara di Kasus Migor
FORUM KEADILAN – Bekas Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Wahyu Gunawan divonis 11 tahun enam bulan penjara dalam kasus suap vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng. Dirinya juga dihukum membayar denda sebanyak Rp500 juta.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyebut bahwa Wahyu telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap yang dilakukan secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 11 tahun dan enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Effendi di ruang sidang, Rabu, 3/12/2025, malam.
Ia juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Wahyu juga diharuskan membayar uang pengganti sebanyak Rp2.365.300.000.
Apabila dirinya tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama empat tahun,” katanya.
Dalam pertimbangan memberatkan, majelis hakim menilai bahwa perbuatan Terdakwa Wahyu Gunawan tidak mendukung komitmen negara dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dan terwujudnya pemerintahan yang bersih.
Selain itu, perbuatan dirinya juga menjatuhkan kepercayaan masyarakat terhadap korps hakim dan lembaga yudikatif.
“Perbuatan terdakwa menjualbelikan nama hakim dengan menjadi makelar kasus telah menghina muruah pengadilan dan merusak sendi-sendi sistem hukum di Indonesia,” katanya.
Hakim juga menganggap tindakan Wahyu melakukan tindak pidana korupsi bukan karena kebutuhan, melainkan atas dasar keserakahan.
Sedangkan dalam pertimbangan meringankan, Wahyu dianggap telah mengembalikan sebagian suap yang diterimanya dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Sebelumnya, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata PN Jakut juga dituntut selama 12 tahun penjara. Jaksa juga menjatuhkan pidana denda terhadap Terdakwa sebanyak Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Wahyu Gunawan juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp2,4 miliar.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) menyebut bahwa eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara (Jakut) Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) sebanyak US$2.500.000 atau Rp32 miliar yang diberikan secara bertahap.
Adapun total yang didapatkan para Terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arif menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.
Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum Terdakwa korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih, dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga Terdakwa korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
