Komisi III DPR Minta Masyarakat Kawal RUU KUHAP

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman membeberkan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sebenarnya pernah dilakukan pada tahun 2012. Namun saat itu terjadi deadlock.
“Saat itu pun RUU KUHAP disebut oleh ICW sebagai pembunuh KPK karena dihilangkannya penyelidikan dan adanya pengaturan soal Hakim Pemeriksaan Pendahuluan (HPP) yang memegang kekuasaan menentukan bisa atau tidaknya dilakukan penahanan dan upaya paksa lainnya. Banyak pihak terutama KPK sendiri yang meminta agar pembahasan RUU KUHAP dihentikan,” ujar Habiburokhman dalam keterangan persnya, Kamis, 17/4/2025.
Bahkan pada tahun 2014 pemerintah dan DPR sepakat akan menunda pembahasan RUU KUHAP sembari memprioritaskan pembahasan RUU KUHP.
Pada akhirnya draft RUU KUHAP tersebut tidak bisa dibahas kembali karena DPR telah berganti periode sampai tiga kali dan RUU KUHAP dengan draft tahun 2012 tersebut tidak termasuk RUU yang masuk dalam status carry over sebagaimana diatur Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Politisi Gerindra ini menyatakan, dalam rapat internal Komisi III DPR Masa Keanggotaan 2024-2029 tanggal 23 Oktober 2024, Komisi III melakukan penyusunan RUU Hukum Acara Pidana. Komisi III selanjutnya menugaskan Badan Keahlian DPR untuk menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana
Dalam proses menyiapkan NA dan RUU Hukum Acara Pidana, Badan Keahlian melakukan serangkaian kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat berupa diskusi dengan aparat penegak hukum antara lain Jampidum Asep Nana Mulyana, Staf Ahli Sosek Polri Iwan Kurniawan hingga Wamenkum Edward Omar Syarief Hiariej, diskusi dengan sejumlah LSM antara lain ICJR, LeIP, IJRS.
Kata dia, beberapa hal penting didapat saat penyerapan aspirasi masyarakat tersebut. Pertama ternyata MA justru menolak keberadaan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP).
Kedua, advokat menginginkan adanya pasal khusus yang mengatur imunitas advokat. Ketiga, seluruh fraksi setuju agar pasal penghinaan Presiden di KUHP harus diselesesaikan terlebih dahulu dengan RJ. Kemudian keempat, pasal keharusan adanya izin peliputan media dihapus atas permintaan Aliansi Jurnalis Indepeden.
Habiburokhman bercerita, pada tanggal 16 Februari 2025 Komisi III menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Pimpinan DPR RI melalui Surat Pimpinan Komisi III DPR RI Nomor B/447-DW/KOM.III/MP.II/02/2025. Selanjutnya rapat paripurna, 18 Februari 2025 menyepakati RUU Hukum Acara Pidana menjadi RUU usul DPR RI.
“Menindaklanjuti surat Komisi III tersebut, Ketua DPR menyampaikan NA dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Presiden melalui Surat Nomor B/2651/LG.01.01/02/2025 baru kemudian Presiden mengirimkan Surat Presiden RI kepada Ketua DPR RI Nomor R-19/Pres/03/2025 tanggal 19 Maret 2025 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas RUU Hukum Acara Pidana,” jelasnya.
Proses selanjutnya adalah Pembahasan RUU KUHAP di Komisi III DPR RI secara resmi sebagaimana diatur Pasal 142 ayat 1 Tata Tertib DPR yang diawali dengan Rapat Kerja Komisi III dengan wakil pemerintah.
“Kami berharap masyarakat bisa terus mengawal dan berpartisipasi dalam pembahasan KUHAP. Kita berharap kita bisa segera mempunyai KUHAP baru yang benar-benar bisa menghadirkan keadilan dalam proses beracara pidana,” pungkasnya.*