KPK Tahan Dirut PT PPM Ahmad Taufik Terkait Korupsi Pengadaan APD Kemenkes

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1/11/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1/11/2024 | Merinda Faradianti/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap tersangka baru, Direktur Utama (Dirut) PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik, dalam korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan sumber dana dari Dana Siap Pakai (DSP) BNPB tahun 2020.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, Ahmad ditahan 20 hari ke depan mulai tanggal 1-20 November 2024 di Rutan Cabang Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK Gedung ACLC atau C1.

Bacaan Lainnya

“KPK sudah lebih dulu menahan dua tersangka lain, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI),” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 1/11/2024.

Kasus ini bermula saat Direktur Utama PT Yonsin Jaya (YJ) Shin Dong Keun sebagai perusahaan yang mewakili para produsen APD, menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun, Maret 2020.

Selain itu, PT GA Indonesia (GAI) selaku produsen APD juga menunjuk PT PPM sebagai distributor resmi APD selama dua tahun. Pada 20 Maret 2020, Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes membeli APD sebanyak 10.000 pcs dari PT PPM dengan harga Rp379.500/set awal Covid-19.

“Satu hari berikutnya, TNI atas perintah Kepala BNPB saat itu mengambil APD dari produsen APD milik PT PPM di Kawasan Berikat, dan langsung mendistribusikan ke 10 provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung dan surat pemesanan,” lanjut Ghufron.

Kemudian, pada 22 Maret 2020, Shin Dong Keun dan Satrio selaku Dirut PT EKI menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500.000 set dengan nilai tergantung nilai tukar dolar saat pemesanan.

Selanjutnya, 23 Maret 2020, PT PPM dan PT EKI menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD dengan margin 18,5 persen diberikan kepada PT PPM. Sehari setelah itu, dalam rapat, Harmensyah selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BNPB melakukan negosiasi harga APD dengan Satrio agar diturunkan dari harga US$60 menjadi US$50.

Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD (merek yang sama) yang sebelumnya dibeli Kemenkes, yaitu sebesar Rp370.000 per unit. Dalam rapat juga disimpulkan PT PPM akan menagih pembayaran atas 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga US$50 per set (sekitar Rp700.000).

Pada 25 Maret 2020, PT EKI dan PT YJ melakukan pemesanan 500.000 set APD dengan menyerahkan giro Rp113 miliar bertanggal 30 Maret 2020.
Dokumen kepabean dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT PPM karena PT EKI tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan Non PKP.

“Pada 27 Maret 2020, SW (Satrio Wibowo) menghubungi Kepala BNPB pada saat itu, di antaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170.000 APD yang diambil TNI, dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea,” jelasnya.

Ahmad Taufik dan dua tersangka lainnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).*

Laporan Merinda Faradianti

Pos terkait