FORUM KEADILAN – Pencalonan Wali Kota Medan Bobby Nasution sekaligus menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilgub Sumatera Utara (Sumut) 2024 menjadi perbincangan. Nama Bobby hangat usai disebut dalam sidang korupsi Abdul Ghani Kasuba dengan sebutan ‘Blok Medan’.
Adanya nama Bobby di sidang korupsi itu pun disinggung oleh Pengamat Politik Prof Ikrar Nusa Bhakti.
Tak tanggung-tanggung, Ikrar bahkan menyebut terjadi politik jahat di Sumut saat ini. Bagaimana tidak? Semua partai seakan-akan sudah mantap mendukung Bobby Nasution.
Ikrar pun mempertanyakan apakah kasus Bobby dengan ‘Blok Medan’-nya akan berlanjut atau tidak?
Ikrar bercerita, ada juga seorang dosen dari salah satu universitas negeri yang melontarkan pertanyaan serupa. Dosen tersebut heran, apakah perusahan-perusahaan dari anak dan menantu Jokowi benar-benar bermodal kecil?
Jika dilihat ke belakang, jelas-jelas beberapa pengusaha yang bermasalah dengan perpajakan dan lain-lain adalah mereka yang mendukung anak dan menantu Jokowi.
“Jelas-jelas beberapa pengusaha yang punya masalah dengan misalnya pembakaran hutan atau yang punya masalah dengan perpajakan dan sebagainya, itu adalah mendukung bisnisnya anak dan mantu presiden,” ungkapnya dalam Podcast Hanya di Sini (PHD) 4K Forum Keadilan, Rabu, 7/8/2024.
Ikrar juga bertanya-tanya, apakah hal-hal tersebut masuk ke dalam gratifikasi atau tidak? Kenapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah membahas terkait persoalan ini?
Menurut Ikrar, tidak heran jika Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri sempat menyinggung soal kenapa hanya kadernya, seperti Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto saja yang diributkan dan diusut kasusnya. Sebab, KPK tidak pernah sama sekali membahas soal permasalahan gratifikasi yang diduga dilakukan anak dan menantu presiden.
Ikrar juga merasa heran kenapa KPK mengatakan bahwa PDIP melakukan perintangan terhadap pencarian Harun Masiku?
“Kenapa enggak KPK sendiri nyari di mana Harun Masiku itu? Katanya dia (KPK) udah tau di mana dia (Harun Masiku) berada. Dan kemudian Kepolisian katanya pernah memberikan informasi,” tandasnya.
Ikrar lantas meminta KPK untuk mencari di mana Harun Masiku berada berdasarkan informasi dari kepolisian tersebut, bukan malah menyandera tokoh-tokoh PDIP.
Baginya, tindakan KPK tersebut sangatlah aneh.*