Nestapa Korban Pelecehan Seksual: Polisi Tak Jamin Berikan Rasa Aman

Ilustrasi Pelecehan di Tempat Kerja
Ilustrasi Pelecehan di Tempat Kerja | ist

FORUM KEADILAN – Belakangan, marak terjadi kasus pencabulan, pemerkosaan, hingga pelecehan seksual yang dilakukan oknum Kepolisian. Baru-baru ini, seorang siswi SMP di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung (Babel), menjadi korban pencabulan oknum polisi berpangkat Brigadir inisial AK.

Awalnya, korban melaporkan pengurus panti, BS (53), yang telah memperkosanya sejak 2022-2024, Bukannya mendapat perlindungan, ia malah harus mengalami perlakuan bejat di kantor polisi pada 15 Mei 2024. Anak di bawah umur itu dicabuli oleh polisi yang seharusnya memberikan rasa aman kepada korban.

Bacaan Lainnya

Kemudian, seorang jurnalis magang di sebuah media elektronik mengalami tindakan pelecehan seksual di KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor. Saat itu, korban mendatangi Polsek Taman Sari. Namun, secara yuridiksi kasus ini tidak dapat diproses sebab penangkapan pelaku berada di Stasiun Manggarai.

Lalu, korban mendatangi Polsek Menteng. Tetapi, lagi-lagi laporannya tak bisa ditangani karena lokasi kasus dan membuat korban harus melaporkan ke Polsek Tebet. Di sanalah korban dimintai keterangan seorang diri tanpa mendapat pendampingan dari keluarga.

Saat melakukan pelaporan, korban mendapatkan tindakan yang tak mengenakkan dari oknum Kepolisian. Berupa ungkapan yang merujuk ke pelecehan verbal, seperti “Mbanya divideoin karena cantik lagi”. “Mungkin bapaknya fetish, terinspirasi dari video jepang”. “Bapaknya ngefans sama Mbanya, mba idol”.

Melihat fenomena tersebut, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, masih banyak anggota Kepolisian yang tidak memahami tupoksinya untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.

“Personel yang tidak paham tupoksi tersebut harus dididik ulang. Jangan sampai oknum yang tak paham tupoksi menjadi garda terdepan di SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu),” katanya kepada Forum Keadilan, Sabtu, 20/7/2024.

Menurut Bambang, kasus pelecehan, pencabulan, hingga pemerkosaan adalah tindakan yang sangat serius. Tetapi, karena pemahaman personel Kepolisian yang kurang membuat para oknum APH ini menganggap enteng kasus tersebut.

Kata Bambang, sudah seharusnya Polri meninjau ulang dan mengevaluasi tiap personel yang menjadi garda terdepan di SPKT.

“Mereka menganggap kasus pelecehan seksual itu hal yang biasa-biasa saja. Dan akibatnya, malah terlihat meremehkan korban. Polri harus mengevaluasi personel yang tak kompeten itu, karena merusak citra organisasi Polri,” tegasnya.

Bambang menegaskan, sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat harusnya semua personel Kepolisian melayani serta melakukan pemberkasan laporan warga. Persoalan locus (tempat terjadinya tindak pidana) bisa dikoordinasikan setelah pelayanan warga lebih didahulukan.

“Harusnya Polri sudah belajar soal layanan online, atau mencontoh surat rujukan kesehatan. Laporan warga itu bisa diterima di semua kantor Kepolisian, baru kemudian surat tersebut dikoordinasikan ke kantor wilayah TKP,” tutupnya.*

Laporan Merinda Faradianti

Pos terkait