Human Error Diduga Jadi Sebab Adu Banteng Kereta di Cicalengka

Kecelakaan KA Turangga jurusan Bandung-Surabaya dengan KA lokal Bandung Raya terjadi di Kilometer 180 antara Stasiun Haurpugur dan Cicalengka. | Ist
Kecelakaan KA Turangga jurusan Bandung-Surabaya dengan KA lokal Bandung Raya terjadi di Kilometer 180 antara Stasiun Haurpugur dan Cicalengka. | Ist

FORUM KEADILANKereta Api (KA) Turangga dan KA Lokal Bandung Raya adu banteng di petak Stasiun Cicalengka-Haurpugur, Jumat 5/1/2024. Tabrakan yang menewaskan empat orang dan melukai 22 penumpang ini, diprediksi terjadi karena human error.

Kecelakaan tersebut terjadi pukul 06.03 WIB. KA Turangga bergerak dari arah Surabaya Gubeng dengan tujuan akhir Bandung. Sementara, Commuterline Bandung Raya bergerak dari arah Padalarang dengan tujuan Cicalengka. Dua kereta yang saling berlawanan arah ini akhirnya beradu di KM 181.

Bacaan Lainnya

Salah satu gerbong hancur akibat tabrakan tersebut. Sedangkan gerbong kereta lainnya, melintang keluar dari rel akibat tabrakan. Tak lama setelah kejadian, para penumpang tampak panik keluar dari gerbong kereta.

Masinis KA Bandung Raya, Julian Dwi Setiono, beserta asistennya, Ponisan, dan Pramugara KA Turangga atas nama Andrian meninggal dunia. Sementara, satu korban tewas lainnya merupakan seorang security atau petugas keamanan kereta.

Terkait peristiwa ini, PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengaku akan bekerja sama dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk melakukan investigasi mendalam, guna mengetahui penyebab pasti kecelakaan.

Pengamat Transportasi sekaligus Akademisi Prodi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno setuju. Menurutnya, tabrakan kereta ini memang perlu didalami.

“Memang secara spesifik penyebab kecelakaan berbeda-beda, makanya perlu ada investigasi, supaya penyebabnya bisa diketahui secara spesifik. Memang perlu kehati-hatian dan kita akan lihat hasilnya dari investigasi,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 5/1/2024.

Dalam kecelakaan ini Djoko melihat, koordinasi antara petugas PPKA (Petugas Perjalanan Kereta Api) di Stasiun Cicalengka dan Haurpugur tidak terjalin dengan baik. Untuk itu ia berpendapat, secara umum peristiwa kecelakaan ini terjadi karena human error.

Djoko menjelaskan, jalur yang dilalui KA Turangga dengan KA Bandung Raya merupakan single track. Sehingga, diperlukan ketelitian dari petugas PPKA dalam mengatur jadwal keberangkatan kereta.

“Makanya setiap pemberangkatan single track, petugas benar-benar cermat dan tahu jalur yang akan dilewati. Harus benar-benar clear. Artinya, terhindar dari kereta untuk stasiun berikutnya,” lanjutnya.

Sebagai upaya antisipasi, Djoko menyarankan agar PT KAI meningkatkan kewaspadaan, lalu menerapkan standar operasional prosedur (SOP).

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang, juga sependapat. Adu banteng, kata dia, biasanya terjadi karena human error.

“Biasanya adu banteng seperti itu human error. Bisa jadi masinisnya yang melanggar sinyal, atau petugas PPAK yang melakukan pelanggaran. Apakah mereka memberangkatkan kereta tanpa melakukan koordinasi dengan stasiun sebelumnya atau sesudahnya? Hanya itu faktornya,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 5/1.

Kata Deddy, kereta dengan jalur single track memang lebih berisiko terjadi kecelakaan. Menurutnya, KAI harus melakukan audit keselamatan secara berkala dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), supaya kelalaian serupa tidak terjadi.

Human error-nya di sana. Petugas tidak bisa mendeteksi adanya kereta berlainan arah. Antisipasinya, ya harus melakukan audit keselamatan secara berkala. Di situ nanti akan terlihat ada kualitas SDM-nya agar tidak terjadi kelalaian,” jelasnya.

Deddy juga berpendapat, masinis yang bertugas pada saat kejadian tentunya berupaya melakukan pengereman. Namun, kecelakaan tidak bisa dihindarkan karena kereta sendiri butuh waktu untuk berhenti.

“Mungkin ada upaya untuk menghentikan. Tetapi kan kereta perlu waktu untuk berhenti. Apalagi kereta dalam posisi kecepatan di atas 40 KM. Perlu pengereman secara jauh, minimal 800 meter. Sementara, ini mungkin kecelakaannya pagi, jadi lintasan tidak terlalu terlihat,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi V DPR RI Mulyadi berbelasungkawa dan prihatin terhadap insiden kecelakaan kereta api itu. Namun terkait penyebab kecelakaan, pihaknya tidak bisa langsung menarik kesimpulan.

“Saya prihatin terhadap kejadian ini. Ke depannya ini dapat menjadi pelajaran bagi kita dan PT KAI. Terkait penyebabnya, kita tidak bisa mengambil kesimpulan. Harus ada upaya dari KAI untuk melakukan investigasi dan itu akan jadi bahan evaluasi,” katanya kepada Forum Keadilan, Jumat 5/1.

Katanya, Komisi V DPR dalam waktu dekat akan melakukan rapat bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan membahas mengenai insiden kecelakaan tersebut.

“Kita tidak selalu puas dan harus ada audit operasinya secara berkala. Di Januari ini kita akan melakukan rapat dengan Kemenhub juga, dan akan membicarakan ini,” lanjutnya.

Menurut Mulyadi, sistem dan SDM di transportasi umum, khususnya kereta api, harus selalu dievaluasi dan dilakukan perbaikan. Tak hanya itu, menjalankan SOP dan disiplin menjadi kunci agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

“Secara menyeluruh memang harus diperbaiki. Semuanya, bukan hanya SDM, tetapi kerja samanya dan juga SOP, serta kedisiplinan. Semua sisi akan kita pertanyakan dalam rapat nanti. Karena ini harus ada laporan awal, agar masyarakat bisa memahami,” tutupnya.*

Laporan Merinda Faradianti