FORUM KEADILAN – Polemik bagi-bagi susu di area car free day (CFD) yang dilakukan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka memasuki babak baru. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jakarta Pusat (Jakpus) yang salah menuliskan tahun pemanggilan Gibran, dinilai tidak profesional.
Bawaslu Jakpus seharusnya menulis surat pemanggilan Gibran tanggal 2 Januari 2024. Namun, pada surat yang dikirimkan tertulis 2 Januari 2023. Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran pun hendak melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah berpendapat, bisa saja ada unsur kesengajaan dalam kesalahan Bawaslu Jakpus. Sebab menurut Trubus, Bawaslu seperti berada di posisi ragu dan agak sungkan untuk memanggil putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
“Saya melihat bisa saja memang sengaja, Bawaslu dalam posisi ragu dan agak sungkan. Karena lebih banyak pertimbangan politis, agak sungkan sama Jokowi,” katanya kepada Forum Keadilan, Rabu 3/1/2024.
Trubus melanjutkan, proses perkara dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Gibran itu seperti sengaja dibuat berbelit-belit dan diperumit. Ditambah lagi, Bawaslu juga sudah memberi gambaran bahwa Gibran hanya melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor.
Ia menjelaskan, Pergub tersebut juga bisa kedaluwarsa. Sebab gubernur yang menjabat, yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah lama diganti.
“Sengaja diputar-putar, dan mekanisme diperumit. Paling nanti cuma memberikan rekomendasi ke gubernur. Tapi sekarang kan hanya ada pejabat sementara (Pj), dan itupun orangnya Jokowi juga. Otomatis tidak akan terwujud,” ungkapnya.
Pendapat berbeda dilontarkan Peneliti Kebijakan Publik Institute of Development of Policy and Local Partnership Riko Noviantoro. Menurutnya, salah penulisan tahun pemanggilan dalam surat itu hanya sebuah cacat administrasi biasa. Meskipun surat tersebut dianggap batal, tetapi masih bisa diperbaiki.
“Itu namanya cacat administrasi, surat itu dianggap batal. Tetapi bisa diperbaiki lagi oleh yang membuat surat. Kalau (Bawaslu) dibilang tidak profesional, ya sangat tepat. Karena cacat administrasi disebut juga dengan cacat prosedur. Artinya ada proses yang tidak dilewati,” katanya kepada Forum Keadilan, Rabu 3/1.
Riko kurang setuju jika Bawaslu dianggap sengaja melakukan cacat administrasi tersebut. Tetapi, menurutnya, kesalahan yang dilakukan itu memang terlihat konyol dan tidak profesional.
“Kalau ada kesengajaan, menurut saya enggak. Itu memang benar-benar khilaf saja, tapi itu benar-benar konyol saja,” singgungnya.
Terlepas ada unsur kesengajaan atau tidak, Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menilai bahwa kesalahan Bawaslu memang merugikan kubu Prabowo Gibran.
“Apakah itu mekanisme kelalaian atau kesengajaan, apakah memang dengan kesalahan pengetikan tahun entah itu typo atau bukan, itu merugikan TKN dan merugikan Prabowo-Gibran,” kata Cecep kepada Forum Keadilan, Rabu 3/1.
Cecep menjelaskan, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada beberapa kategori pelanggaran. Ada pelanggaran tindakan pidana, pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan pelanggaran lainnya.
Menurut Cecep, kesalahan ketik Bawaslu Jakpus bisa saja masuk kategori pelanggaran, selama dilakukan secara sengaja. Jadi, pelanggaran tidak hanya berlaku bagi peserta, melainkan juga penyelenggara pemilu.
“Kita belum tahu, apakah memang Bawaslu ketika mengetik tersebut Itu karena variabel kesengajaan atau kelalaian? Memang kalau bicara pelanggaran itu, sebenarnya adalah peraturan telah menetapkan,” ungkapnya.
Untuk mengetahui apakah ada unsur kesengajaan oleh Bawaslu, kata Cecep, harus dilakukan penelusuran lebih jauh. Sehingga, bisa diketahui di mana letak pelanggarannya.
Cecep juga berbicara soal munculnya keraguan Bawaslu untuk memanggil Gibran, terkait bagi-bagi susu di area CFD. Diketahui, Bawaslu RI sempat mengeluarkan pernyataan bahwa tindakan calon wakil presiden (cawapres) dari nomor urut 2 tersebut tidak melanggar aturan pemilu.
Belakangan, Bawaslu Jakpus memanggil kader Partai Amanat Nasional (PAN) Eko Patrio, Sigit Purnomo atau Pasha Ungu, dan Uya Kuya atas keterlibatan mereka dalam acara bagi-bagi susu bersama Gibran. Hasilnya, Bawaslu mengaku menemukan fakta baru sehingga memanggil Gibran untuk dimintai klarifikasi pada Selasa 2/1.
Menurut Cecep, ada perbedaan pandangan di tubuh Bawaslu. Perbedaan ini, menjadi tantangan bagi komisioner dalam hal profesionalitas. Selain itu, dia berharap agar para komisioner tidak menafsirkan UU Pemilu dan peraturan Bawaslu secara multitafsir.
“Di sini sebenarnya profesionalitas Komisioner Bawaslu yang menjadi tantangan, pertama sudah ada aturannya, ada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kemudian mereka juga sudah punya peraturan Bawaslu. Kemudian harapannya, Komisioner Bawaslu tidak menafsirkan peraturan secara multi-interpretasi,” ungkapnya.
Cecep menegaskan, idealnya UU Pemilu dan peraturan Bawaslu memiliki tafsiran tunggal atau mono-interpretasi. Sehingga, tidak terjadi perbedaan pandangan untuk melakukan pemanggilan terhadap Gibran.
“Mereka punya tim hukumnya sebenarnya. Apakah memang yang dilakukan Gibran di CFD itu melanggar peraturan pemilu atau enggak, dari situ sebenarnya bisa ketahuan,” pungkasnya.* (Tim FORUM KEADILAN)