FORUM KEADILAN – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti peningkatan anggaran yang terjadi di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menjelang tahun 2024.
Peningkatan anggaran menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 diumumkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sumber dana berasal dari pinjaman luar negeri sebesar US$4 miliar atau setara dengan Rp61,58 triliun.
Kenaikan tersebut baru disetujui saat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Selasa, 28/11/2023.
Salah satu perwakilan koalisi dari Imparsial Gufron Mabruri menilai, kenaikan anggaran di Kemenhan yang terjadi secara mendadak dan dalam jumlah fantastis sebagai sesuatu yang tidak wajar.
“Mengingat, momentumnya jelang Pemilu 2024. Terlebih lagi, kenaikan anggaran itu terjadi pada kementerian yang menterinya adalah calon presiden yang berpasangan dengan anak dari Presiden itu sendiri,” ujar Gufron dalam keterangannya, Sabtu, 2/12.
Gufron menyebut, peningkatan anggaran pertahanan negara secara tiba-tiba di tengah berbagai masalah, seperti tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran, angka stunting, serta kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit pasca-pandemi, sebagai tindakan yang sangat tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat.
Koalisi juga menganggap sulit untuk mengukur efektivitas peningkatan anggaran pertahanan yang dilakukan di akhir masa pemerintahan yang akan segera berakhir.
“Apalagi saat ini Menteri Pertahanan maju sebagai kandidat presiden, sehingga tentunya akan sibuk mengurus urusan politik ketimbang urusan di Kementerian Pertahanan,” kata Gufron.
Menurut Gufron, masyarakat patut mempertanyakan apakah peningkatan anggaran yang mendadak ini benar-benar untuk memperkuat pertahanan atau justru terdapat motif politik elektoral untuk Pemilu 2024.
Gufron menambahkan bahwa di Kemenhan sendiri terdapat sejumlah permasalahan terkait pengelolaan anggaran negara, seperti kegagalan program Food Estate yang merusak hutan.
“Belum lagi, terdapat dugaan korupsi besar di Kemenhan pada proyek komponen cadangan dan alutsista,” tandasnya.
Gufron menyampaikan, sektor pertahanan selama ini merupakan sektor tertutup yang minim transparansi dan akuntabilitas, khususnya terkait penggunaan anggaran.
Oleh karena itu, menurut Gufron, dugaan penyimpangan anggaran, terutama terkait belanja alutsista, sering kali sulit terungkap karena diklaim sebagai ‘rahasia negara’ tanpa keterlibatan lembaga penegak hukum independen, seperti KPK.
“Hal ini lah yang membuat sektor pertahanan menjadi sektor dengan dugaan penyimpangan anggaran yang tinggi karena tidak ada lembaga penegak hukum independen yang bisa masuk untuk menginvestigasi,” ujarnya.
Koalisi menilai sebaiknya pemerintah menunda peningkatan anggaran pertahanan ini karena berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Jokowi.
“Kenaikan anggaran secara signifikan di kementerian tertentu (Kementrian Pertahanan) yang dilakukan di tengah rendahnya akuntabilitas dan transparansi tentunya akan sangat potensial disalahgunakan,” pungkas Gufron.*