Sidang Hasto, Eks Hakim MK Sebut Pasal Perintangan Penyidikan Tak Bisa Digunakan dalam Penyelidikan

FORUM KEADILAN – Eks Hakim Konstitusi, Maruarar Siahaan menyebut bahwa pasal perintangan penyidikan sebagaimana tertuang dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi tak bisa diterapkan dalam tahap penyelidikan.
Menurutnya, jika pasal tersebut ditafsirkan secara ekstensif hingga mencakup penyelidikan, hal itu bertentangan dengan prinsip dasar hukum pidana.
Hal itu ia ungkapkan saat dirinya dihadirkan sebagai ahli dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Mulanya, pengacara Hasto, Maqdir Ismail, meminta penjelasan dari ahli terkait penafsiran pasal 21 UU Tipikor tersebut
“Kalau ditafsirkan menjadi, yang ditentukan di sini adalah penyidikan, tetapi diterapkan untuk penyelidikan, ini merupakan suatu perluasan penafsiran ekstensif seperti itu bertentangan dengan karakteristik hukum pidana sebagai lex stricta dan lex scripta. Saya kira tidak diperkenankan,” jelas Maruarar Siahaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 19/6/2025.
Maqdir kemudian menanyakan apakah penafsiran seperti itu dapat memicu ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
Menanggapi hal tersebut, Maruarar menegaskan bahwa dalam teori hukum, kepastian hukum menjadi prinsip utama dalam hukum pidana.
“Kalau di dalam teori, seringkali disalahpahami seolah-olah komponen hukum, kepastian, keadilan, dan kemanfaatan, bisa digeser-geser. Tetapi sebenarnya, yang paling utama adalah kepastian. Kalau memang tidak ada keadaan luar biasa yang mendesak, maka kepastian hukum itu tidak boleh digeser,” tegasnya.
Ia menambahkan, apabila penafsiran hukum dilakukan secara berlebihan dan bertentangan dengan prinsip kepastian hukum, maka hal itu berpotensi melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi.
“Kalau memang itu tidak merupakan sesuatu yang mutlak dan bertentangan dengan hak asasi di konstitusi kita, itu tidak diperkenankan,” ujarnya.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dan menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Dalam dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan dakwaan kedua ia dijerat melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi