Gagal Buktikan Asal Usul Aset, Harta Rp915 Miliar dan Emas 51 Kg Zarof Ricar Dirampas Negara

Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menyebut bahwa harta kekayaan tersebut terbukti diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Majelis Hakim sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, sebagaimana merujuk pula pada Pasal 38B UU Tipikor yang mewajibkan terdakwa membuktikan sumber harta kekayaan yang diduga hasil korupsi.
“Bahwa terhadap aset yang disita dari terdakwa menurut majelis telah terbukti dari hasil tipikor karena tidak ada sumber penghasilan sah yang dapat menjelaskan kepemilikan aset berupa uang tunai dari berbagai mata uang yang setara dengan Rp915 miliar dan emas logam mulia 51 kg bagi seorang PNS,” kata Rosihan saat membaca amar putusan dalam persidangan, Rabu, 18/6/2025.
Majelis Hakim menilai bahwa Zarof Ricar telah gagal dalam membuktikan bahwa aset tersebut bersumber dari penghasilan yang sah.
“Terdakwa gagal dalam membuktikan bahwa aset tersebut diperoleh secara legal melalui warisan, hibah, atau sumber penghasilan sah lainnya,” katanya.
Sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), Zarof dinilai tidak memiliki penghasilan resmi yang dapat menjelaskan kepemilikan aset sebesar itu.
Selain itu, pengadilan menemukan catatan-catatan yang mengindikasikan keterkaitan aset dengan praktik gratifikasi yang berhubungan dengan penanganan perkara tertentu.
“Ditemukan catatan-catatan yang menunjukkan hubungan antara aset dengan perkara tertentu mengindikasikan bahwa aset tersebut diperoleh dari gratifikasi yang berhubungan dengan penanganan perkara,” tambahnya.
Selain itu, berdasarkan keterangan saksi Irmawati, representatif KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru, pada sidang pemeriksaan saksi terungkap bahwa harta kekayaan Zarof yang tercatat dalam SPT Tahunan 2023 hanya sebesar Rp8,8 miliar.
Majelis hakim menyatakan jumlah tersebut sebagai harta yang sah dan memerintahkan untuk dikembalikan kepada terdakwa.
“Bahwa berdasarkan laporan SPT tahunan 2023 harta kekayaan terdakwa sejumlah Rp8.819.909.790 yang dianggap harta benda sehingga dianggap harta benda yang sah sehingga harus dikembalikan kepada terdakwa,” katanya
Majelis menekankan bahwa perampasan aset ini bertujuan memberikan efek jera (deterrent effect) bagi pelaku tindak pidana korupsi. Hakim menilai bila pelaku korupsi masih dapat menikmati hasil kejahatannya meski telah menjalani pidana penjara, hal itu tidak akan menimbulkan efek penjeraan yang maksimal.
“Bahwa perampasan aset juga bertujuan memberikan efek jera yang optimal di mana jika pelaku korupsi diizinkan untuk tetap menikmati hasil kejahatan setelah menjalani pidana penjara maka hal tersebut tidak memberikan efek pencegahan yang efektif,” katanya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, hakim memutuskan aset hasil gratifikasi dirampas untuk negara. Dokumen serta barang bukti elektronik yang relevan akan digunakan untuk pembuktian dalam perkara lain. Sementara dokumen pribadi dan administrasi aktif tetap terlampir dalam berkas perkara. Selain itu, rekening milik terdakwa tetap diblokir untuk keperluan pembuktian tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 16 tahun hukuman penjara ke Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar dalam kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Dirinya juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar.
Ketua Majelis Hakim, Rosihan Juhriah Rangkuti menyebut bahwa Zarof telah terbukti bersalah melawan hukum dengan melakukan permufakatan jahat dalam perkara tersebut.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun,” katanya dalam persidangan di Jakarta, Rabu, 18/6/2025.
Selain itu, majelis hakim juga menghukum Zarof untuk membayar denda sebanyak Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan.
“Apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” lanjutnya.
Adapun vonis dari majelis hakim lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menuntut Zarof Ricar dengan hukuman maksimal yaitu 20 tahun pidana penjara.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi