Kamis, 17 Juli 2025
Menu

KPK Telusuri Pembelian Jet Pribadi Dalam Kasus Korupsi Kepala Daerah Papua: Dugaan Dibeli dengan 19 Koper Uang Tunai

Redaksi
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 16/6/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 16/6/2025 | Muhammad Reza/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan pembelian sebuah jet pribadi yang diduga menggunakan dana hasil tindak pidana korupsi.

Kasus ini terkait dengan penyidikan perkara korupsi yang menjerat Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua Dius Enumbi dan almarhum Gubernur Papua Lukas Enembe.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, mengatakan, penyidik tengah mengusut lebih lanjut dugaan pembelian jet tersebut yang dilakukan secara tunai.

“Dalam transaksinya, KPK menduga pembelian private jet itu dilakukan secara tunai. Uang tersebut dibawa langsung dari Papua pada saat itu,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 16/6/2025.

Menurut Budi, informasi yang diterima penyidik menyebutkan bahwa uang tunai itu dibawa menggunakan pesawat dalam 19 koper besar.

“Diduga uang tunai yang digunakan untuk pembelian jet pribadi itu dibawa menggunakan 19 koper,” katanya.

Lebih lanjut, KPK saat ini masih menelusuri aliran dana dan sumber uang yang digunakan. Langkah ini, kata Budi, penting sebagai bagian dari pembuktian perkara sekaligus upaya awal untuk melakukan pemulihan aset (asset recovery).

“Mengingat dugaan kerugian negara dalam perkara ini cukup besar, mencapai Rp1,2 triliun,” ungkapnya.

Saat ditanya soal nilai pesawat tersebut, Budi belum memberikan angka pasti. Namun, ia menyebut bahwa jet pribadi itu diduga dibeli menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua.

“Ya, diduga dari APBD Papua, sesuai dengan dugaan KPK yang kami sangkakan dalam perkara tersebut,” katanya.

Ia menambahkan, dalam proses pencairan dana APBD bisa saja terdapat pembiayaan-pembiayaan fiktif yang menjadi modus dalam penggelontoran uang untuk pembelian aset mewah tersebut.

“Tentu ada mekanismenya dalam pencairan APBD, bisa jadi ada pembiayaan-pembiayaan fiktif atau modus-modus lainnya. Itu semua sedang didalami,” jelas Budi.*

Laporan oleh: Muhammad Reza