Isu Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut, JK Ingatkan Sudah Diatur Dalam UU 24/1956

JK mengatakan bahwa ketentuan perbatasan kedua wilayah tersebut telah diatur dalam poin nomor 1.1.4 yang tertuang dalam Perjanjian Helsinki. Perjanjian tersebut telah disepakati oleh Indonesia dan Kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005.
“Mengenai perbatasan itu, ada di Pasal 1.1.4, mungkin bab 1, ayat 1, titik 4, yang berbunyi perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” ujar JK saat diwawancarai di kediamannya, Jumat, 13/6/2025.
Ia juga menyebut bahwa bagian yang menjadi wilayah Aceh telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatra Utara (Sumut).
“Bahwa ini Aceh itu termasuk kabupaten-kabupatennya dibentuk dengan UU Nomor 24 Tahun 1956,” tambah.
Pemerintah, lanjut JK, harus melakukan revisi terhadap UU 24/2956 jika ingin mengubah status Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil masuk ke wilayah Sumut.
Menurut JK, status UU 24/1956 lebih tinggi ketimbang Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang memutuskan keempat pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
“Kalau mau mengubah itu dengan Undang-Undang juga. Bukan hanya karena analisis perbatasan. Selama ini orang di sana pulau itu bayar pajaknya ke Singkil. Nanti ada teman yang akan membawakan bukti pajak dia ke Singkil,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengungkap argumen pemerintah provinsi Aceh terkait Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil yang seharusnya masuk wilayah mereka.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kemendagri Safrizal Zakaria Ali menjelaskan bahwa pemerintah provinsi Aceh berpedoman terhadap SK Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh Nomor 125/IA/1956 tertanggal 17 Juni 1965.
“(SK itu) Membuktikan secara administrasi dikeluarkan oleh instansi yang berada dalam Provinsi Aceh,” kata Safrizal dalam pemaparannya di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu, 11/6/2025.
Bukti lainnya adalah surat kuasa dari Teuku Djohandsyah bin Teuku Daud kepada Teuku Abdullah bin Teuku Daud tertanggal 24 April 1980.
Pemerintah provinsi Aceh juga turut memiliki peta topografi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD) pada 1978 yang menyelesaikan batas Aceh dengan Sumut.
Mereka juga memiliki dokumen kesepakatan bersama yang ditandatangani Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatra Utara Raja Inal Siregar, yang menyepakati bahwa empat pulau itu masuk dalam cakupan wilayah Aceh.
Hal tersebut termaktub dalam Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.*