Bareskrim Ungkap Modus Jual-Beli Sisik Trenggiling untuk Pengobatan dan Bahan Sabu

FORUM KEADILAN – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil menangkap dua orang tersangka berinisial RK dan A terkait kasus tindak pidana pemanfaatan bagian tubuh satwa yang dilindungi, yakni, jual-beli sisik trenggiling.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Hendrik Marpaung mengatakan, pengungkapan jaringan peradangan sisik trenggiling ini terjadi pada Kamis, 15/5/2025 lalu.
“Kejadian pada tanggal 15 Mei 2025, Dittipidter Bareskrim Polri telah berhasil mengungkap jaringan pelaku pemanfaatan bagian tubuh satwa yang dilindungi yaitu berupa sisik hewan trenggiling atau nama jawanya adalah ‘manis javanica’,” katannya kepada media, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 11/6.
Hendrik mengungkapkan bahwa kedua tersangka memiliki peran berbeda dalam kasus tersebut.
“RK berperan sebagai pihak yang mencari dan mengumpulkan sisik trenggiling, sedangkan A berperan sebagai penjual yang menawarkan ke pembeli,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa perdagangan sisik trenggiling menjadi salah satu bentuk kejahatan terhadap keanekaragaman hayati yang sangat mengancam keberlangsungan spesies langka di Indonesia.
“Sisik trenggiling sangat diminati untuk pengobatan tradisional, bahkan ada indikasi disalahgunakan sebagai bahan baku narkotik jenis sabu. Ini bukan hanya soal satwa, tapi soal keselamatan lingkungan dan keamanan masyarakat,” kata Hendrik.
Dari hasil penyelidikan, 30,5 kg sisik trenggiling yang diamankan diperkirakan berasal dari sekitar 200 individu trenggiling. Hewan ini merupakan salah satu mamalia paling terancam punah di dunia, dan seluruh jenisnya telah dimasukkan dalam daftar Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yang artinya perdagangan internasional sisik trenggiling dilarang secara total.
“Sisik terenggiling memiliki nilai jual sangat tinggi karena diminati untuk pengobatan tradisional dan juga dapat disalahgunakan sebagai bahan pembuatan narkotik jenis sabu,” ujarnya.
“Total nilai kerugian negara akibat perbuatan para pelaku mencapai Rp1,2 miliar,” sambungnya.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, Polri menjerat kedua tersangka dengan Pasal 40 ayat 1 huruf f juncto Pasal 21 ayat 2 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pasal tersebut mengatur larangan memperjualbelikan bagian tubuh satwa yang dilindungi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.
Selain itu, Ditipidter Bareskrim Polri juga mengungkap kasus lain, yakni tindak pidana penyalahgunaan gas LPG bersubsidi, BBM bersubsidi, serta penambangan pasir ilegal. Total kerugian negara dari kelima kasus tersebut diperkirakan mencapai lebih dari Rp94 miliar.
Hendrik menegaskan bahwa jajarannya berkomitmen menindak tegas kejahatan terhadap sumber daya alam.
“Kami tidak akan berhenti pada penindakan. Kami akan terus mengembangkan jaringan, membongkar aktor intelektual di balik kejahatan-kejahatan ini. Negara sudah terlalu banyak dirugikan,” tegasnya.*
Laporan oleh: Ari Kurniansyah