Selasa, 15 Juli 2025
Menu

Zarof Ricar Kritik JPU karena Gunakan Asumsi Ketimbang Fakta dalam Pledoinya

Redaksi
Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 10/6/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 10/6/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar mengkritik Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) karena dianggap lebih mengedepankan asumsi ketimbang fakta persidangan.

Hal itu ia ucapkan dalam sidang dengan agenda pembacaan pledoi atau nota pembelaan pada kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa, 10/6/2025.

“Saya secara pribadi sangat miris dan prihatin terhadap sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh teman-teman Jaksa Penuntut Umum karena lebih cenderung menggunakan asumsi ketimbang fakta persidangan dan logika hukum,” ujarnya di persidangan.

Menurutnya, pola pikir JPU yang dibentuk berdasarkan asumsi membuat segala bentuk pembelaannya menjadi tidak dianggap dan diabaikan.

Meski begitu, ia tetap berharap majelis hakim bersikap objektif dan tidak terpengaruh pola pikir serupa.

“Saya berharap majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara saya lebih mengedepankan fakta hukum yang terungkap di persidangan dengan ditambah keyakinannya yang masuk akal,” tambahnya.

Ia juga menanggapi dakwaan yang dikenakan padanya, yakni Pasal 12B Undang-Undang (UU) Tipikor tentang gratifikasi. Ia menilai bahwa tuduhan tersebut tidak terbukti di persidangan.

“JPU sama sekali tidak membuktikan dugaan gratifikasi yang didakwakan kepada saya. Tidak jelas berasal dari mana, untuk siapa, berapa jumlahnya, atau kapan waktunya,” tegasnya.

Ia juga menyebut banyak saksi yang dihadirkan oleh jaksa bahkan tidak mengenalnya, apalagi memiliki hubungan langsung.

Atas dasar itu, Zarof menilai, sudah sepatutnya majelis hakim membebaskannya dari segala dakwaan. Ia pun menegaskan keyakinannya bahwa pengadilan masih menjadi benteng terakhir keadilan yang bebas dari tekanan dan pengaruh yang tidak sesuai fakta hukum.

“Saya masih percaya bahwa pengadilan masih terbebas dari tekanan. Saya berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya dengan mempertimbangkan fakta persidangan,” ujarnya.

Sebelumnya, JPU Kejagung menuntut Eks Pejabat MA Zarof Ricar selama 20 tahun penjara. Selain itu, ia dituntut membayar denda sebanyak Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Dalam surat dakwaan, Zarof didakwa menerima gratifikasi dalam jumlah besar, yakni Rp915 miliar dan 51 kg emas, yang berasal dari berbagai pihak yang tengah berperkara.

Sebagai informasi, kasus ini bermula saat Meirizka, ibu dari Ronald Tannur, meminta bantuan pengacara Lisa Rachmat untuk menjadi kuasa hukum anaknya yang terlibat dalam kasus penganiayaan hingga menewaskan Dini Serta Afrianti. Lisa menerima permintaan tersebut karena memiliki hubungan dekat dengan Meirizka, mengingat anak mereka pernah bersekolah di tempat yang sama. Dalam upayanya membantu Ronald, Lisa melakukan sejumlah lobi dengan bantuan Zarof Ricar, yang menjembatani komunikasi dengan pihak internal Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Lisa diduga menjanjikan uang sebesar Rp1 miliar dan SGD308 ribu (sekitar Rp3,6 miliar) kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Akibatnya, majelis hakim yang terdiri dari Erintuah Damanik sebagai ketua, serta dua anggota yakni Mangapul dan Heru Hanindyo, memutus bebas Ronald.

Ketiga hakim tersebut akhirnya dinyatakan bersalah karena menerima suap. Erintuah dan Mangapul dihukum tujuh tahun penjara, sementara Heru dijatuhi hukuman sepuluh tahun. Mereka juga didenda Rp500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.

Tak hanya itu, Zarof juga didakwa terlibat dalam persekongkolan jahat dengan membantu pemberian suap senilai Rp5 miliar untuk memengaruhi hasil putusan kasasi yang memperkuat vonis PN Surabaya. Sementara itu, Ronald Tannur yang sebelumnya bebas, kini dijatuhi hukuman lima tahun penjara setelah kasasi dan sedang menjalani hukumannya.

Atas perbuatannya, Zarof dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi