Selasa, 08 Juli 2025
Menu

Bacakan Pledoi, Zarof Ricar Klaim Tak Punya Akses untuk Pengaruhi Proses Pengadilan

Redaksi
Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 10/6/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 10/6/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar mengklaim bahwa dirinya tidak memiliki akses untuk memengaruhi proses dan putusan pengadilan.

Hal itu ia ucapkan dalam sidang dengan agenda pembacaan pledoi atau nota pembelaan pada kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa, 10/6/2025.

Mulanya, di hadapan majelis hakim ia mengaku bahwa selama hampir 30 tahun berbakti untuk MA, dirinya tidak pernah melakukan tindakan yang melanggar hukum.

“Bahwa saya selama hidup di dunia usaha, kemudian 33 tahun saya berbakti untuk MA dan negara serta pada saat masa purna bakti hingga saat ini, saya tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan siapa pun,” ujar Zarof dalam persidangan.

Zarof menegaskan bahwa sepanjang hidupnya, ia tidak pernah bersentuhan dengan proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, maupun permasalahan hukum lainnya.

Prinsip hidup tersebut, kata dia, tetap ia pegang teguh karena kesadaran bahwa harta, kekuasaan dan keluarga pada akhirnya akan berakhir sesuai kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

Ia juga menjelaskan bahwa sejak Januari 2022, dirinya telah memasuki masa purnabakti dari jabatannya di MA dan tidak lagi memiliki akses ataupun wewenang untuk memengaruhi proses peradilan.

“Bahwa ketika masih menjabat di lingkungan Mahkamah Agung, saya tidak pernah memiliki wewenang, apalagi kemampuan untuk memengaruhi pendapat hakim dalam memutus suatu perkara,” ucapnya.

Di hadapan majelis hakim, ia juga menekankan pentingnya independensi kekuasaan kehakiman. Ia percaya bahwa hakim seharusnya memiliki kekuatan dan keberanian dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta persidangan, bukan karena pengaruh pihak manapun, termasuk tekanan dari media atau opini publik.

“Majelis hakim di sini tentu yang paling mengerti bahwa putusan hakim tidak bisa dipengaruhi oleh perintah atau permintaan siapa pun,” ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) menuntut Eks Pejabat MA Zarof Ricar selama 20 tahun penjara. Selain itu, ia dituntut membayar denda sebanyak Rp1 miliar. Apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Dalam surat dakwaan, Zarof didakwa menerima gratifikasi dalam jumlah besar, yakni Rp915 miliar dan 51 kg emas, yang berasal dari berbagai pihak yang tengah berperkara.

Sebagai informasi, kasus ini bermula saat Meirizka, ibu dari Ronald Tannur, meminta bantuan pengacara Lisa Rachmat untuk menjadi kuasa hukum anaknya yang terlibat dalam kasus penganiayaan hingga menewaskan Dini Serta Afrianti. Lisa menerima permintaan tersebut karena memiliki hubungan dekat dengan Meirizka, mengingat anak mereka pernah bersekolah di tempat yang sama. Dalam upayanya membantu Ronald, Lisa melakukan sejumlah lobi dengan bantuan Zarof Ricar, yang menjembatani komunikasi dengan pihak internal Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Lisa diduga menjanjikan uang sebesar Rp1 miliar dan SGD308 ribu (sekitar Rp3,6 miliar) kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Akibatnya, majelis hakim yang terdiri dari Erintuah Damanik sebagai ketua, serta dua anggota yakni Mangapul dan Heru Hanindyo, memutus bebas Ronald.

Ketiga hakim tersebut akhirnya dinyatakan bersalah karena menerima suap. Erintuah dan Mangapul dihukum tujuh tahun penjara, sementara Heru dijatuhi hukuman sepuluh tahun. Mereka juga didenda Rp500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.

Tak hanya itu, Zarof juga didakwa terlibat dalam persekongkolan jahat dengan membantu pemberian suap senilai Rp5 miliar untuk memengaruhi hasil putusan kasasi yang memperkuat vonis PN Surabaya. Sementara itu, Ronald Tannur yang sebelumnya bebas, kini dijatuhi hukuman lima tahun penjara setelah kasasi dan sedang menjalani hukumannya.

Atas perbuatannya, Zarof dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi