Tim Advokasi Sesalkan Polda Metro Jaya Lanjutkan Kasus Aksi May Day Meski Sudah Ajukan SP3

FORUM KEADILAN – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menyatakan kekecewaan terhadap keputusan instansi kepolisian Polda Metro Jaya yang tetap melanjutkan proses hukum terhadap 14 orang peserta aksi May Day 2025.
Perwakilan dari TAUD, Astatantica Belly Stanio mengungkapkan bahwa pihaknya yang juga kuasa hukum dari 14 peserta aksi telah mengajukan permintaan penundaan dan penghentian penyidikan atau SP3 pada panggilan pertama oleh kepolisian.
“Sebelumnya kami (TAUD) telah melakukan permohonan penundaan pada panggilan pertama dan juga kami juga telah melakukan permohonan untuk menghentikan kasus ini lewat permohonan SP3. Tapi kami menyayangkan bahwa dari Polda Metro Jaya lebih cenderung untuk meneruskan kasus ini di mana hari ini dilanjutkan dengan panggilan kedua,” katanya kepada media di Polda Metro Jaya, Selasa, 3/6/2025.
Belly menilai bahwa melanjutkan kasus ini merupakan bentuk kriminalisasi sekaligus penyempitan ruang sipil bagi masyarakat yang menyampaikan pendapat melalui aksi unjuk rasa.
“Padahal kita sama-sama tahu bahwa dengan dilanjutkannya kasus ini adalah sebuah bentuk kriminalisasi, sebuah bentuk penyempitan terhadap ruang sipil bagi masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa,” tuturnya.
Meskipun begitu, Belly menegaskan, para peserta yang kini berstatus sebagai tersangka tetap memenuhi panggilan kedua di Polda Metro Jaya, termasuk di antaranya seorang mahasiswa Universitas Indonesia.
“Hari ini datang ke Polda Metro Jaya untuk memenuhi panggilan kedua karena rekan-rekan ditetapkan sebagai tersangka dan akan menempuh proses pemeriksaan,” jelasnya.
Diketahui, salah satu tersangka, Cho Yong Gi, merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Filsafat FIB UI. Ia hadir dalam aksi May Day dalam kapasitas sebagai tim medis, lengkap dengan atribut dan perlengkapan medis. Meski demikian, ia tetap mengalami kekerasan fisik dan ditangkap.
Ketua Program Studi Ilmu Filsafat FIB UI Ikhaputri Widiantini menyampaikan pernyataan sikap yang menegaskan keprihatinan mendalam atas penangkapan tersebut.
“Kebebasan berekspresi adalah hak konstitusional warga negara. Ini bukan hanya hak legal, tapi fondasi demokrasi dan martabat manusia,” ucap Ikha.
Dalam pernyataannya, Prodi Filsafat FIB UI mendesak agar Polda Metro Jaya mempertimbangkan ulang kelanjutan kasus ini secara objektif dan berkeadilan.
“Kami percaya bahwa institusi kepolisian memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan hak-hak kewarganegaraan secara seimbang,” ujar Ikha.
“Karena itu kami berharap agar penanganan peristiwa ini tidak memperburuk citra kepolisian di mata publik khususnya pada generasi muda yang sedang menempuh pendidikan dan belajar aktif berpartisipasi kehidupan demokratis bangsa,” sambung Ikha.
Adapun para tersangka dikenakan Pasal 216 dan 218 KUHP, terkait tuduhan tidak membubarkan diri atas perintah aparat.
Dosen tidak tetap UI Taufik Basari menegaskan, penggunaan pasal ini terhadap aksi damai merupakan bentuk kriminalisasi yang mengancam kebebasan sipil.
“Tentu kami punya harapan setelah pemeriksaan ini, setelah kemudian fakta-fakta dikumpulkan kembali melalui proses pemeriksaan itu dapat menjadi bahan pertimbangan agar kasus ini tidak perlu dilanjutkan,” ujarnya.
“Kami juga berharap akan ada perbaikan untuk demokrasi kita di masa mendatang,” tandasnya.*
Laporan oleh: Ari Kurniansyah