Komnas HAM Akui Belum Tahu soal Pemerintah Hanya Bakal Tulis Ulang Dua Kasus Pelanggaran HAM Berat

FORUM KEADILAN – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah memberikan tanggapannya mengenai rencana pemerintah yang hanya akan mencantumkan dua dari 12 kasus pelanggaran HAM berat dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia, yang digagas oleh Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon.
Anis menegaskan bahwa hingga saat ini, Komnas HAM belum menerima informasi resmi dari Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) terkait hal tersebut.
“Komnas HAM belum mendapatkan informasi resmi dari Kementerian Kebudayaan terkait dengan penulisan ulang sejarah Indonesia, termasuk beberapa fakta-fakta mengenai pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia. Apakah akan ditulis semua atau hanya beberapa dan lain sebagainya, itu kita akan nanti komunikasikan dan koordinasikan dengan Kementerian Kebudayaan,” katanya kepada Forum Keadilan, Senin, 2/6/2025.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran HAM berat merupakan bagian penting dari sejarah bangsa dan harus mendapat perhatian dalam proses penulisan ulang ini. Namun, ia juga mengakui kompleksitas proses tersebut.
“Tentu karena pelanggaran HAM, terutama pelanggaran HAM berat, merupakan bagian dari sejarah Indonesia, kami berharap itu menjadi bagian yang akan dituliskan. Meskipun tentu tidak mudah bagi Kementerian Kebudayaan untuk menuliskan ulang seluruh sejarah yang ada di Indonesia dalam kurun waktu yang cukup singkat, beberapa tahun mungkin sampai 2029,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya metodologi yang tepat dalam penyusunan ulang sejarah versi pemerintah agar tidak mengabaikan keragaman narasi sejarah yang sudah ada.
“Sehingga perlu didiskusikan nanti metodologinya dan lain sebagainya untuk memastikan sejarah versi pemerintah ke depan. Karena banyak sekali versi sejarah yang selama ini sudah ditulis oleh para sejarawan,” ucapnya.
Selain itu, ia menilai, pemerintah juga perlu untuk mendengarkan masukan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari Aliansi Sejarah Indonesia.
“Dan saya kira beberapa masukan dari aksi Aliansi Sejarah Indonesia itu juga penting untuk diterima masukannya oleh pemerintah,” sambungnya.
Sementara itu, terkait kemungkinan tidak dimasukkannya kasus pelanggaran HAM berat yang menyeret nama Presiden Prabowo Subianto, Komnas HAM belum dapat memberikan pernyataan lebih jauh.
“Kami belum mendapatkan informasi kasus pelanggaran HAM berat yang mana yang akan ditulis dan mana yang tidak ya, karena nampaknya ini juga masih dalam proses perencanaan,” tutup Anis.
Sebeluimnya diketahui, Kemenbud RI hanya akan memasukkan dua dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diakui negara dalam penulisan ulang sejarah Indonesia. Hal tersebut diungkapkan oleh Menbud Fadli Zon.
Ia menyebut bahwa keputusan ini ditetapkan lantaran proyek tersebut bukan dilakukan untuk menulis sejarah HAM. Katanya, proyek penulisan ulang sejarah ini memuat keseluruhan sejarah Indonesia.
“Ini bukan menulis tentang sejarah HAM, ini sejarah nasional Indonesia yang aspeknya begitu banyak dari mulai prasejarah atau sejarah awal hingga sejarah keseluruhan,” ungkap Fadli setelah menghadiri acara soft launching Sumitro Institute di Taman Sriwedari Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu, 1/6.
Politisi Partai Gerindra itu mengungkapkan bahwa tidak perlu ada kekhawatiran publik tentang proyek penulisan ulang sejarah ini. Katanya, publik tidak perlu khawatir pihaknya akan mengabaikan sejarah yang ditulis dalam sumber atau buku lainnya.
Walaupun demikian, ia menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah ini akan mengubah narasinya menjadi lebih positif dan bukan untuk mencari kesalahan pada setiap era.
“Tone kita adalah tone yang lebih positif karena kalau mau mencari-cari kesalahan mudah pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” ujar dia.
Proyek ini, menurut Fadli, akan menciptakan narasi Indonesia-sentris dan membuang bias kolonial. Dengan demikian, sejarah Indonesia dapat relevan dengan generasi muda saat ini.
“Terutama untuk mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional kita dan tentu saja untuk menjadikan sejarah itu semakin relevan bagi generasi muda,” jelas Fadli.
Adapun daftar 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah diakui pada 11 Januari 2023 lalu oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi):
- Peristiwa 1965-1966
- Penembakan Misterius 1982-1985
- Peristiwa Talangsari Lampung 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1998-1999
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa (Aktivis) 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti Semanggi I & II 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
- Peristiwa Simpang KAA di Aceh 1999
- Peristiwa Wasior di Papua 2001-2002
- Peristiwa Wamena Papua 2003
- Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.*
Laporan oleh: Novia Suhari