Hasto Kristiyanto Sebut Ada “Akrobat Hukum” dalam Kasus Daur Ulang Harun Masiku

FORUM KEADILAN – Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut adanya praktik “akrobat hukum” dalam kesaksian Eks kader partainya, Saeful Bahri yang dinilai sebagai proses “daur ulang” di kasus suap dan perintangan penyidikan di pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.
“Kesaksian Saeful Bahri atas pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) tadi menunjukkan proses daur ulang itu nyata. Karena yang dibacakan di dalam BAP itu adalah suatu akrobat hukum,” ujar Hasto usai skorsing persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 22/5/2025.
Menurutnya, keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan Khusus (BAPK) yang menjadi acuan jaksa ialah keterangan usang yang diambil saat penyelidikan pada 8 Januari 2020.
Hasto menyebut, keterangan Saeful Bahri dihidupkan kembali meski bertentangan dengan fakta dalam putusan pengadilan.
“Padahal itu bertentangan dengan putusan nomor 18 dan 28, maka terkesan ini adalah proses daur ulang,” katanya.
Hasto menilai, fakta-fakta yang diangkat kembali dalam BAP tersebut justru cenderung memberatkannya dan tidak menggambarkan keseluruhan kejadian. Ia juga menyinggung adanya konflik kepentingan karena informasi lain yang meringankannya tidak disertakan.
Ia mencontohkan desakan terus-menerus dari Harun Masiku kepada Saeful Bahri, termasuk terkait dukungan dana, yang tidak muncul dalam BAP.
“Disitulah terjadi konflik kepentingan karena hal-hal lain itu tidak disebutkan,” kata dia.
Di sisi lain, ia juga membantah soal adanya aliran dana sebesar Rp 600 juta yang dikaitkan dengan dugaan suap, dan menyebut dana itu sebenarnya disiapkan untuk program penghijauan dalam rangka HUT PDI-P pada 10 Januari 2020.
“Program penghijauan itu memang dilaksanakan. Kalau datang ke DPP, itu ada vertical garden yang dibangun dalam rangka ulang tahun PDI Perjuangan yang bertepatan dengan Hari Bumi,” jelas Hasto.
Namun, Hasto menyebut bahwa rencana program itu batal dijalankan. Ia mengatakan, anggaran program tersebut sebenarnya telah disetujui bendahara partai dengan nilai lebih besar dari Rp600 juta.
“Budget-nya lebih dari Rp600 juta, jadi sekitar Rp600-800 juta. Itu ada dalam keterangan saya saat bersaksi di bawah sumpah dalam perkara nomor 18 dan 28 Januari,” katanya.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dan menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
Dalam dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan dakwaan kedua ia dijerat melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.*
Laporan Syahrul Baihaqi