Minggu, 22 Juni 2025
Menu

Kejagung Buka Suara Terkait Pengerahan TNI Menjaga Kejaksaan

Redaksi
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Febrie Adriansyah | ist
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Febrie Adriansyah | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah buka suara terkait hubungan institusinya dengan Polri buntut kerja sama Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan TNI belakangan ini untuk dapat mengawal Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari).

Febrie pun membantah jika aturan pengawalan kantor Kejati dan Kejari oleh prajurit TNI yang disebabkan adanya keretakan hubungan dengan Polri. Menurut Febrie, hubungan pihaknya dengan Polri saat ini baik-baik saja.

“Hubungan Kejaksaan dan Polri, dari tingkat jaksa pertama pasti terbiasa dekat, dia bertugas. Tempat makan sama dengan sat intel dan seterusnya, dekat hubungannya. Tidak ada masalah,” ujar Febrie dalam rapat di Komisi III DPR, Selasa, 20/5/2025.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Febrie menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN, Sarifuddin Sudding dan menilai bahwa kerja sama Kejagung dengan TNI tidak diperlukan karena wewenang tersebut telah diberikan kepada Polri.

Sudding kemudian mempertanyakan apakah selama ini Kejagung banyak mendapatkan ancaman dalam setiap penanganan kasus sehingga harus melibatkan TNI.

“Memang selama ini ada kondisi darurat dan ancaman sehingga dijaga TNI? Jangan ini kayak show force, sehingga orang yang mau ke Kejaksaan, ada keengganan,” jelasnya.

Diketahui, pengamanan Kejaksaan oleh aparat Kepolisian selama ini diatur dalam UU Polri. Pasal 15 ayat (2) huruf c, menyebutkan bahwa Polri berwenang memberikan bantuan pengamanan pada instansi lain berdasarkan permintaan.

Bila Kejaksaan meminta bantuan pengamanan kepada Polri, maka Polri memiliki dasar hukum untuk melaksanakan pengawalan tersebut.

Di samping itu, Kejaksaan juga baru-baru ini meneken kerja sama baru dengan TNI mengenai pengamanan. Kebijakan tersebut dituang dalam Surat Telegram (ST) Nomor: ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025.

Melalui aturan tersebut, TNI dapat menerjunkan satu Satuan Setingkat Peleton (SST) atau 3, dan satu regu atau 10 prajurit untuk menjaga Kejaksaan Negeri.

Febrie mengaku tak memahami lebih detail mengenai pelaksanaan teknis aturan tersebut. Menurutnya, hal itu berada di bawah kewenangan Jampidmil, terutama berkaitan dengan kasus di bawah mereka.

“Sehingga Jampidmil yang mengorganisir bagaimana sistem, bagaimana cara yang, kita juga jaksa mungkin ilmunya tidak terdidik seperti itu,” pungkasnya.*