Jumat, 13 Juni 2025
Menu

MK Diskualifikasi Seluruh Paslon Pilbup Barito Utara, Pengamat: Tamparan Keras untuk Semua Pihak

Redaksi
Ilustrasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Sidang Terkait Politik Uang | Rahmad Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan
Ilustrasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Sidang Terkait Politik Uang | Rahmad Fadjar Ghiffari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi seluruh pasangan calon (paslon) dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Barito Utara karena adanya temuan praktik politik uang.

Pakar kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menyebut bahwa putusan tersebut merupakan tamparan keras bagi partai politik (parpol) pengusung, pasangan calon, jajaran pengawas pemilu (Bawaslu), hingga para pemilih.

“Putusan MK tentang diskualifikasi paslon merupakan tamparan keras bagi partai politik pengusung, pasangan calon, jajaran Bawaslu, maupun pemilih,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan Kamis, 15/5/2025.

Menurutnya, semua pihak semestinya saling mengingatkan untuk menahan diri dan mencegah praktik pembelian suara, terlebih dalam proses pemungutan suara ulang (PSU) yang biasanya berlangsung dalam kondisi persaingan ketat dan pengawasan yang makin intensif.

“Konsekuensi tegas terhadap praktik vote buying harus menjadi efek jera agar tidak ada lagi pihak yang berani coba-coba melakukan tindakan ilegal tersebut. Pemilih juga harus sadar bahwa menerima politik uang akan merugikan daerah, karena potensi PSU bisa terjadi berulang,” ujarnya.

Dewan Pembina Perkumpulan untuk Demokrasi (Perludem) itu juga menyoroti kinerja Bawaslu Kalimantan Tengah yang dinilai tidak optimal dalam menangani pelanggaran administratif terkait politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Ia menilai, MK secara tidak langsung menunjukkan ketidakmampuan Bawaslu dalam menggunakan kewenangannya secara kontekstual.

Lebih lanjut, Titi menilai MK semestinya dapat mengambil langkah yang lebih progresif untuk memberi efek jera.

“Jika MK ingin benar-benar memberi peringatan keras, pencalonan ulang seharusnya tidak dibatasi pada partai dan gabungan partai yang sama. Perlu ada opsi kocok ulang partai pengusung agar tidak ada residu polarisasi dari kontestasi sebelumnya,” katanya.

Putusan ini, kata dia, harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh bagi semua pihak. Parpol dituntut untuk mengedepankan etika politik dan tidak terlibat dalam praktik transaksional. Begitu pula Bawaslu harus terus berbenah agar penegakan hukum pemilu berjalan efektif dan adil bagi semua peserta kontestasi.

Sebelumnya, MK mendiskualifkasi seluruh pasangan calon dalam pemilihan bupati di Barito Utara karena terdapat indikasi adanya praktik money politic atau politik uang. Mahkamah lantas meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan kembali PSU pada daerah tersebut.

Hal itu tertuang dalam putusan MK Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan oleh pasangan pilbup Nomor 2, yakni Gorgo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo. Dalam petitumnya, Ketua MK Suhartoyo mengabulkan sebagian permohonan mereka.

“Menyatakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024 harus dilakukan Pemungutan Suara Ulang,” kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan di ruang sidang, Rabu, 14/5.

Meskipun petitum mereka dikabulkan, Mahkamah juga mendiskualifikasi mereka dalam kontestasi pilbup di Barito Utara dan juga paslon Nomor urut 02, yakni Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024.

Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyebut bahwa MK menemukan fakta soal adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp16 juta untuk satu pemilih.

Mahkamah juga menemukan adanya indikasi pembelian suara pemilih untuk memenangkan Paslon Nomor urut 01 dengan angka Rp6,5 juta untuk satu pemilih dan disertai imingan janji untuk diberangkatkan umroh.

Bahkan, salah satu saksi yang dihadirkan yaitu Santi Parida Dewi menyebut bahwa dirinya menerima uang sebanyak Rp64 juta untuk satu keluarga. Selain itu, saksi Edy Rakhman juga mengaku telah menerima uang sebanyak Rp19,5 juta untuk satu keluarga.*

Laporan Syahrul Baihaqi