FORUM KEADILAN – Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya membongkar sindikat besar yang menyalahgunakan data pribadi untuk membuat rekening bank dan layanan m-banking secara ilegal.
Dalam pengungkapan ini, Direktorat Siber Polda Metro Jaya dan Satreskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta menangkap sejumlah pelaku serta menyita ratusan perangkat dan ribuan kartu SIM yang siap digunakan dalam kejahatan digital lintas negara.
Kasubdit 1 Ditsiber Polda Metro Jaya Kompol Megawati menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula pada 10 April 2025 di Cikini, Jakarta Pusat. Pihaknya juga mengamankan dua orang pelaku berinisial DA dan IA.
Megawati menyebut, mereka diduga kuat terlibat dalam pembuatan rekening bank online dengan menggunakan identitas orang lain yang diperoleh secara ilegal.
“Para pelaku menyiapkan handphone, SIM card, dan email aktif. Kemudian mereka daftarkan rekening dan m-banking secara online. Setelah aktif, handphone dikirim ke MP, pelaku lain yang kini (Daftar Pencarian Orang) dan berada di luar negeri,” katanya kepada media di Polda Metro Jaya pada Jumat, 9/5/2025.
DA diketahui sebagai otak yang merekrut IA untuk mencari identitas warga lain. Setelah itu, kata Megawati, perangkat dikirim ke seorang bernama IKA yang bertugas mendaftarkan rekening. Jika berhasil, perangkat dikembalikan ke DA, lalu diteruskan ke MP untuk digunakan di luar negeri.
“Identitas milik orang lain dipakai tanpa izin, dan itu melanggar undang-undang perlindungan data. Saat ini kami sedang telusuri lebih jauh kemana saja barang-barang ini dikirim. Ada indikasi kuat pengiriman ke Kamboja,” tuturnya.
Lalu, kasus ini berkembang setelah polisi menerima laporan dari masyarakat dan informasi tambahan dari pihak imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Pihak kepolisian menemukan orang-orang yang membawa ponsel dalam jumlah besar saat akan berangkat ke luar negeri.
Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta Kompol Yandri Mono mengungkapkan, pada 28 April 2025, sekitar pukul 18.00 WIB, tim Satreskrim Polresta Bandara menangkap seorang perempuan berinisial FA (36).
Ia membawa 30 unit ponsel yang diduga digunakan untuk kejahatan digital. Berdasarkan pengembang melalui CCTV bandara, menunjukkan FA datang bersama delapan orang lainnya.
“Kami temukan total 280 handphone, 2.260 kartu perdana, 24 kartu ATM, dua buku tabungan, dan dua token bank dari sembilan orang tersebut. Semua perangkat sudah terpasang aplikasi m-banking, bahkan satu handphone bisa punya dua sampai tiga akun dari bank yang berbeda,” ucapnya.
Saat diperiksa, para pelaku mengaku ditugaskan membawa ponsel ke luar negeri. Lanjut Yandri, sebagai imbalan, mereka dijanjikan uang sebesar Rp300 ribu per unit ponsel. Bahkan, kesembilan orang ini berikan tiket pesawat, penginapan hotel, serta biaya hidup selama di luar negeri.
“Mereka mengaku tujuannya liburan atau buka jasa titip barang. Tapi jumlah handphone yang dibawa jelas tidak wajar. Kami masih menyelidiki apakah mereka kurir atau bagian dari sindikat,” jelasnya.
Selain itu, polisi juga memanggil delapan orang pemilik rekening yang datanya digunakan oleh para pelaku. Pihak kepolisian menduga kuat bahwa sindikat ini menjalankan kejahatan digital dari luar negeri yang menargetkan korban di Indonesia.
“Kami minta masyarakat lebih waspada. Jangan mudah menyerahkan data pribadi ke orang lain, apalagi untuk alasan pekerjaan yang tidak jelas. Bisa jadi data Anda disalahgunakan untuk kejahatan,” katanya lagi.
Adapun pasal yang disangkakan terhadap dua pelaku AI dan DA Pasal 46 jo Pasal 30 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Sementara, pelaku lainnya, dikenakan Pasal 67 jo Pasal 65 UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan atau Pasal 82 dan Pasal 85 UU RI No 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang dan atau Pasal 55 dan atau Pasal 56 KUHP.
“Ini bukan kejahatan biasa. Ini terorganisir, sistematis, dan melibatkan banyak pihak. Kami akan kejar semua yang terlibat sampai ke luar negeri,” tandasnya.*
Laporan Ari Kurniansyah