Hal tersebut disampaikan oleh Pigai setelah bertemu dengan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis, 8/5/2025.
“Kalau Jawa Barat sukses maka sesuai kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian HAM akan menyampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk mengeluarkan peraturan supaya bisa jadikan model ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia, masif di seluruh Indonesia untuk ke depan,” jelas Pigai.
Natalius menilai bahwa pendidikan siswa di barak tidak bertentangan dengan HAM. Menurutnya, pendidikan di barak tersebut berorientasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
“Kualitasnya apa? satu pengetahuan, kedua peningkatan keterampilan, ketiga adalah peningkatan mental, mental, produktivitas disiplin, tanggung jawab. Kalau variabel-variabel ini seirama, senasib, sejiwa dengan hak asasi manusia. Berarti enggak ada dong, tidak masuk ke wilayah-wilayah yang bertentangan dengan hak asasi manusia,” lanjutnya.
Pada awalnya, katanya, Kementerian HAM khawatir pendidikan di barak adalah bagian dari corporal punishment.
Pigai mengatakan bahwa corporal punishment adalah sebuah hukuman fisik yang selama ini telah berlangsung di mana pendidik menghukum siswa dengan mencubit dan memukul.
“Setelah kami cek ternyata tidak corporal punishment. Jadi ini tidak bertentangan sedikit pun,” tuturnya.
Diketahui sebelumnya, sejumlah daerah di Jabar telah melaksanakan program sekolah militer yang diusung oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dan program tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.*