Tak Hanya Siswa, Dedi Mulyadi Juga Bakal Kirim Orang Dewas Bermasalah ke Barak Militer

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi | Ist
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi | Ist

FORUM KEADILAN – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa program mendisiplinkan siswa bermasalah di barak militer juga akan dilakukan kepada orang-orang dewasa.

“Ini akan yang saya lakukan program untuk orang dewasa,” ungkap Dedi di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara, Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin, 5/5/2025.

Bacaan Lainnya

Ia menyebut bahwa banyak dari permasalah yang dilakukan orang dewasa tidak dapat dipidanakan. Dedi mencontohkan permasalahan tersebut seperti suka mabuk-mabukan, meninggalkan keluarga, atau bahkan yang kerap memicu terjadinya kerusuhan.

“Kerjanya mabuk saja atau misalnya bergeng-geng di jalanan. Nanti dijaring kemudian diserahkan ke Kodam III untuk dididik di Dodik ini,” ujar Dedi.

Kata Deni, orang-orang dewasa yang masuk dalam program pendisiplinan ini bakal diberikan pendidikan spesialis, di antaranya pertanian, perikanan, dan proyek-proyek pembangunan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.

“Jadi nanti ada proyek-proyek provinsi, pembuatan jalan, irigasi, bangunan nih sekarang banyak bangunan sekolah. Mereka akan kita koordinasikan dengan para kontraktor untuk mereka menjadi karyawan,” jelas Dedi.

Kemudian, gaji yang didapatkan nanti akan langsung diserahkan kepada keluarganya agar tidak disalahgunakan. Pelaksanaannya pun akan diawasi oleh TNI.

Diketahui, program mengirim siswa bermasalah ke barak militer yang digagas Dedi Mulyadi sudah mulai dilakukan. Siswa-siswa yang mengikuti program ini adalah yang kerap melakukan tawuran, bolos sekolah, dan suka bermain game hingga lupa waktu.

Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) klaster Pemenuhan Hak Anak Aris Adi Leksono, pembinaan siswa bermasalah melalui barak militer harus menjadi alternatif terakhir setelah seluruh fungsi yang berkewajiban dan bertanggung jawab berjalan secara maksimal.

“Langkah urgent menurut kami adalah mengaktivasi komponen sistem agar berjalan optimal dalam memenuhi hak dan perlindungan khusus, termasuk membina, mengawasi, dan mendisiplinkan,” katanya kepada Forum Keadilan, Minggu, 4/5.

Di sisi lain, Pengamat Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro menilai, kebijakan tersebut memiliki sisi positif namun perlu dikaji lebih mendalam.

“Upaya pendidikan melalui militer bagi anak nakal merupakan langkah kuratif yang bisa berdampak positif. Namun itu punya potensi tidak semua anak nakal itu dapat mengurangi kenakalannya, karena tidak secara utuh menyentuh masalah kenakalan anak,” katanya kepada Forum Keadilan, pada Rabu, 30/4.

Ia menambahkan bahwa kenakalan anak tidak hanya soal psikologi, melainkan juga masalah sosial yang kompleks.

“Di antaranya kemiskinan struktural, yakni ketiadaan pemerintah dalam upaya mendukung sarana sosial, ekonomi dan lingkungan. Sebagai contoh banyak anak nakal dari lingkungan miskin, berkeluarga miskin dan di area kumuh. Artinya pemerintah perlu hadir dalam upaya masalah dimaksud. Hal ini juga yang disebut sebagai kebijakan pro rakyat,” ujarnya.

Riko menilai, secara praktik, kebijakan tersebut bisa diterima masyarakat karena kenakalan anak merupakan masalah sosial yang diharapkan publik untuk diselesaikan. Meski demikian, ia menekankan perlunya pendekatan berbasis komunitas dalam menanggulangi permasalahan ini.

“Keterlibatan masyarakat untuk secara aktif mengawasi, menjaga, dan mengarahkan anak-anak pada titik terbaik sangat penting,” lanjutnya.

Selain itu, menurutnya dukungan dari para orang tua juga menjadi faktor penting.

“Jika kebijakan hanya lahir dari perspektif politik atau kekuasaan, maka kebijakan tersebut berpotensi tidak optimal, tidak efektif, dan pemborosan,” tandasnya.*

Pos terkait