Kejagung Tetapkan Ketua Buzzer Cyber Army Tersangka Perintangan Perkara

M. Adhiya Muzakki selaku ketua buzzer Cyber Army ditetapkan tersangka oleh Kejagung pada kasus perintangan perkara, Rabu, 7/5/2025 | Ist
M. Adhiya Muzakki selaku ketua buzzer Cyber Army ditetapkan tersangka oleh Kejagung pada kasus perintangan perkara, Rabu, 7/5/2025 | Ist

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka M. Adhiya Muzakki selaku ketua buzzer Cyber Army dalam kasus dugaan perintangan penyidikan pada tiga perkara yang sedang ditangani oleh Korps Adhyaksa.

“Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung menetapkan satu orang tersangka berinisial MAM selaku ketua tim Cyber Army,” ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar di Gedung Kejagung, Rabu, 7/5/2025, malam.

Bacaan Lainnya

Qohar menyebut, Muzakki turut bermufakat dengan tiga tersangka lain yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun ketiga tersangka tersebut ialah, advokat Marcella Santoso, advokat Junaedi Saibih, dan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar.

Sedangkan tiga kasus yang dimaksudkan ialah korupsi tata kelola komoditas timah 2015-2022 di wilayah konsesi PT Timah Tbk, korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng, dan importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2015–2016 yang menjerat mantan Mendag Tom Lembong.

Dalam kasus ini, Qohar menjelaskan peran dari Muzakki dan Tian yang membuat kesepakatan dengan Marcella dan Junaedi untuk membuat narasi dan konten negatif terhadap Kejagung. Berita negatif tersebut tidak hanya saat penyidikan, tapi juga di tahap persidangan hingga penuntutan.

“Tersangka MAM, atas permintaan tersangka MS, membuat tim Cyber Army untuk menyebarkan narasi negatif tersebut di media sosial,” katanya.

Setelahnya, Muzakki membagi para buzzer dalam lima tim, Mustafa 1 sampai 5. Total buzzer dari 5 tim itu sebanyak 150 orang.

Muzzaki lantas membayar sebesar Rp1,5 juta kepada masing-masing buzzer dengan tugas mengomentari secara negatif terhadap pemberitaan maupun konten yang dibuat Tian.

Selain itu, dirinya juga membuat video, konten, juga komentar negatif berisi perkataan Marcella dan Junaedi selaku advokat. Salah satu kontennya ialah tentang perkataan mereka soal metodologi penghitungan kerugian keuangan negara oleh ahli yang dihadirkan Kejagung adalah tidak benar, menyesatkan, dan telah merugikan hak para tersangka atau terdakwa.

Konten tersebut lantas diunggah ke media sosial, seperti platform TikTok, Instagram, dan Twitter atau X. Termasuk dengan mengerahkan 150 buzzer bayaran untuk membenarkan isi videonya, serta memberikan komentar negatif.

Qohar juga mengatakan bahwa tersangka telah menghilangkan barang bukti ponsel yang berisi percakapannya dengan Marcella dan Junaedi. Isinya soal video konten negatif di medsos.

Menurutnya, upaya perintangan dilakukan untuk opini negatif bagi penyidik dan pimpinan Kejagung. Kontennya diarahkan kepada masyarakat demi memengaruhi pembuktian perkara di persidangan, agar kasus-kasus itu menjadi gagal atau tidak terbukti.

Atas perannya, Muzakki mendapat bayaran dari Marcella sebanyak dua kali, Rp697,5 juta dan Rp167 juta. Dana ia terima melalui seorang staf di bagian keuangan Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF). Sehingga totalnya sebesar Rp864,5 juta.

Kejagung lantas melakukan penahanan terhadap tersangka selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejagung sejak Rabu, 7/5.

Atas perbuatannya, Muzakki dijerat dengan sangkaan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait