MK Diminta Ubah Jangka Waktu Penggunaan Tanah di IKN

Rancangan IKN
Rancangan IKN | Sekretariat Negara

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk mengubah jangka waktu penggunaan tanah yang meliputi Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN).

Dalam Perkara Nomor 185/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh warga asli Suku Dayak, Stepanus Febyan Barbaro, dirinya menguji konstitusionalitas norma Pasal 16A ayat (1), (2) dan (3) UU IKN.

Bacaan Lainnya

Kuasa hukum pemohon, Leonardo Olefins Hamonangan menyebut bahwa kliennya menggugat aturan soal HGU, HGB dan Hak Pakai di IKN yang bisa mencapai 100 tahun.

“Oleh karena Pemohon cemas, takut dan khawatir dengan kehadiran pemberian jangka waktu yang lama Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai,” ucap Leo dalam sidang di Gedung MK, Selasa, 4/3/2025.

Dalam permohonannya, Pemohon menilai bahwa adanya aturan ini lebih menguntungkan kepentingan investor dibanding dengan melindungi hak masyarakat adat.

Dirinya menilai, kebijakan tersebut dapat menyisihkan masyarakat adat dari tanah leluhur mereka, serta mengancam kelangsungan budaya dan kesejahteraan generasi mendatang.

Dalam aturan yang digugat, ketentuan mengenai HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun, sedangkan HGB diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 tahun. Sementara Hak Pakai diberikan jangka waktu paling lama 80 tahun.

“Hal itu bertentangan dengan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat, dikarenakan menurut pernyataan mantan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya aturan ini dibuat agar Otorita IKN bisa menjaring lebih banyak investor ke IKN,” ujar Leonardo.

Meski Konstitusi menyebutkan negara memiliki kewenangan untuk mengatur penguasaan tanah, kata dia, negara seharusnya bisa menjamin pemanfaatan tanah demi kemakmuran bersama, bukan hanya untuk kepentingan individu ataupun kelompok semata.

Pemohon juga menyoroti aturan dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN yang tidak mengatur secara jelas pihak-pihak yang berhak memiliki HGU, HGB dan Hak Pakai.

Menurutnya, hal ini membuka peluang bagi pihak asing untuk menguasai tanah di IKN dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Pemohon menegaskan bahwa pemberian hak atas tanah dengan durasi yang terlalu lama dapat mengorbankan kepentingan generasi mendatang. Ia mencontohkan, jika HGU diberikan pada tahun 2025 untuk jangka waktu 95 tahun, maka hak tersebut baru akan berakhir pada tahun 2120.

“Akibatnya, generasi mendatang tidak akan memiliki akses terhadap tanah tersebut meskipun ada kebutuhan mendesak di masa depan,” tuturnya.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta kepada Mahkamah menyatakan pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 atau dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Ia memohon agar MK mengatur jangka waktu pemberian hak atas tanah dibatasi menjadi, HGU maksimal 25 tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun, HGB maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai 20 tahun, dan Hak Pakai maksimal 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 25 tahun.

Pada sesi pemberian nasihat, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti soal legal standing (LS) atau kedudukan hukum pemohon. Menurutnya, Pemohon tidak menjelaskan secara komprehensif mengenai kerugian konstitusional.

“Hanya sekilas menyebutkan didukung oleh SK pengangkatan sebagai masyarakat adat Dayak, tidak ada uraian lebih jelas mengenai apa sebetulnya kerugian hak konstitusional dari masyarakat hukum Dayak itu,” kata Enny.

“Kalau menurut saya isunya menarik tetapi yang tidak bisa jelas itu legal standingnya tidak nyambung. Jadi LS-nya harus diperkuat disini kalau enggak tidak bisa ditengok bagian positanya berhenti di kedudukan hukum,” tambahnya.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait