Generasi Post-Gen Z Jadi Pengguna Medsos Terbanyak

FORUM KEADILAN – Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa generasi post-Gen Z, yang masih berusia di bawah 12 tahun, menjadi kelompok pengguna media sosial paling banyak saat ini.
“Saat ini ada 9,17% dari pengguna internet berasal dari kelompok usia post-Gen Z atau 12 tahun ke bawah,” kata Menkomdigi Meutya Hafid dalam diskusi peringatan Hari Berinternet 2025 di Kemkomdigi, Jakarta, Selasa, 18/2/2025.
Meutya menyoroti bahwa generasi ini tumbuh dengan akses internet yang luas, namun tanpa perlindungan yang memadai. Salah satu tantangan utamanya adalah anak-anak tidak selalu mengikuti aturan yang ditetapkan oleh orang tua mereka dalam penggunaan internet.
“Sebanyak 22% anak-anak tidak mengikuti aturan orang tua mengenai durasi mereka berinternet,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa 13% anak-anak memiliki akun rahasia yang tidak diketahui oleh orang tua mereka. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak semakin mandiri dalam mengelola kehadiran digital mereka, yang berpotensi meningkatkan risiko paparan konten berbahaya.
Meutya juga mengungkapkan data dari National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC), yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat keempat secara global dan peringkat kedua di ASEAN dalam jumlah kasus pornografi anak di ruang digital.
Dari sisi keamanan digital anak, Indonesia juga sempat berada di peringkat ke-26 dari 30 negara dalam Child Online Safety pada tahun 2020. Namun, pada 2023, posisi Indonesia membaik dengan naik ke kategori Second quartile dalam indeks tersebut.
Untuk bisa mendongkrak posisi Indonesia dari sisi keamanan digital anak. Meutya mengatakan tengah mempertimbangkan dan belajar dari regulasi di beberapa negara maju. Misalnya, di Jerman melalui Youth Protection Act, mewajibkan platform digital menyediakan fitur keamanan khusus bagi anak-anak, sementara individu di bawah 16 tahun harus mendapatkan izin orang tua sebelum mengakses platform tersebut.
Di Prancis, anak di bawah 15 tahun juga harus memperoleh persetujuan orang tua untuk mendaftar di platform digital. Jika aturan ini dilanggar, perusahaan bisa dikenai denda hingga 1% dari pendapatan global mereka.
Sementara itu, Inggris menerapkan sanksi lebih berat bagi platform digital yang melanggar aturan perlindungan anak, dengan denda mencapai 10% dari pendapatan global mereka.
“Jadi kalau tadi 1% sudah cukup besar, Inggris memberlakukan denda hingga 10% dari pendapatan global,”tutupnya. *
Laporan Novia Suhari