Kamis, 19 Juni 2025
Menu

Pakar Minta Syarat Pemilu Tak Diperberat Usai MK Hapus Presidential Threshold

Redaksi
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Gedung Mahkamah Konstitusi | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini meminta agar syarat partai politik peserta pemilu tidak diperberat paska Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas presiden atau Presidential Threshold untuk Pilpres Tahun 2029.

Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Ngaji Konstitusi berjudul “Masa Depan Demokrasi Indonesia: Presidential Threshold Paska Putusan MK” yang diselenggarakan oleh Jimly School of Law and Government (JSLG).

“Jangan sampai atau tidak perlu ada perubahan syarat partai politik menjadi peserta pemilu. Karena sekarang persyaratan yang ada itu sudah salah satu yang paling berat, paling mahal, paling rumit, paling susah di dunia,” kata Titi, Jumat, 10/1/2025.

Menurutnya, syarat parpol peserta pemilu yang telah diatur dalam Pasal 173 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah begitu sulit dan mahal.

Adapun beberapa persyaratan di antaranya ialah memiliki kepengurusan di 75 persen di 75 persen di jumlah kabupaten/kota di provinsi bersangkutan, dan memiliki kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota.

Selain itu, menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat dan memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1 per 1000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik.

“Jangan ada upaya dari pembentuk undang-undang untuk menciptakan barrier to entry baru (hambatan untuk berkompetisi) bagi partai-partai non-parlemen,” tegasnya.

Apalagi, kata dia, partai politik parlemen telah diuntungkan dengan adanya putusan MK Nomor 55/PUU/XIX/2020 yang memutuskan bahwa parpol parlemen tidak perlu mengikuti verifikasi faktual agar terdaftar sebagai partai peserta pemilu.

Ia meminta agar pemerintah dan DPR tidak bermanuver untuk memperberat partai non parlemen agar terdaftar sebagai partai politik peserta pemilu.

“Jangan sampai ada motif dari parlement untuk menghambat kompetitor dengan memperberat syarat menjadi partai politik peserta pemilu. Jangan lagi ditambah syarat yang aneh-aneh ini untuk motif menghambat kompetitor baru”” katanya.

Diketahui, diskusi hybrid ini dihadiri oleh Prof Jimly Asshiddiqie, Founder Adikara Cipta Aksa Geofani Milthree Saragih, Kepala Departemen Hukum Tata Negara FH UII Jamaludin Ghafur, Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, dan Dewan Pakar JSLG Taufiqurrohman.

Sebelumnya, MK menghapus ketentuan ambang batas presiden dalam UU Pemilu dengan mengabulkan perkara Nomor 64/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna yang merupakan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.*

Laporan Syahrul Baihaqi