Kamis, 19 Juni 2025
Menu

Kala Para Dedengkot PDIP Dijerat KPK

Redaksi
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto | Ist
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hasto dituding terlibat dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR yang menjerat buronan Harun Masiku.

Status baru Hasto itu diumumkan secara resmi KPK, beriringan dengan dicekalnya mantan Menteri Hukum dan HAM periode 2019-2024 Yasonna Laoly.

Ketua KPK baru Setyo Budiyanto menyebut, pihaknya menemukan bukti keterlibatan Hasto dalam memenangkan Harun Masiku di kursi DPR Pemilu 2019.

“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 24/12/2024.

Kata Setyo, Hasto menjadi pihak pemberi suap. Hasto juga diduga melindungi Harun dalam pelarian dan merintangi penyidikan dalam penangkapan Harun, serta memerintahkan pegawainya merendam handphone saat akan diperiksa KPK.

Bahkan, KPK menuding bahwa ada keterlibatan Hasto untuk mengumpulkan saksi agar tidak memberikan keterangan yang memojokkan dirinya.

Malam setelah penetapan status tersangka Hasto, kubu PDIP berkoar soal dugaan politisasi. Mereka kekeuh dengan adanya pihak yang mencoba ‘mengganggu’ Kongres PDIP Tahun 2025.

KPK Cecar PDIP

Seperti disinggung di awal, baru-baru ini KPK gerak cepat mengeluarkan surat pencekalan terhadap Hasto dan Yasonna H Laoly.

Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri itu dikeluarkan oleh Penyidik karena keberadaan dua politisi PDIP itu di wilayah Indonesia, masih dibutuhkan keterangannya.

“Bahwa pada tanggal 24 Desember 2024, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang Warga Negara Indonesia, yaitu YHL dan HK. Keputusan ini berlaku untuk enam bulan,” begitu bunyi surat pencekalan tersebut.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pencekalan Yasonna dan Hasto dilakukan guna penyidikan lebih lanjut. Meskipun begitu, Asep tak menjawab apakah Yasonna akan menjadi tersangka selanjutnya.

“Nanti kita tanyakan penyidik, apakah masih ada keterangan atau info yang ingin digali dari beliau (Yasonna dan Hasto). Kalau ada, ya pasti akan di minta keterangan kembali,” kata Asep kepada Forum Keadilan, Kamis, 26/12.

Di lain sisi, Juru Bicara PDIP Chico Hakim menyayangkan pencekalan yang juga dilakukan KPK terhadap Yasonna. Menurutnya, keterlibatan Yasonna dalam kasus Harun masih abu-abu dan tidak jelas.

“Kami sangat menyayangkan hal ini karena kejelasan dan keterlibatan Pak Yasonna tidak dapat dijelaskan di kasus ini. Namun, kami PDIP menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” katanya kepada Forum Keadilan.

Chico mengingatkan, agar KPK berhati-hati serta profesional dalam mengungkap kasus Harun Masiku. Katanya, pernyataan KPK yang menepis adanya politisasi dalam menersangkakan Hasto harus diperhatikan.

“Mengingatkan KPK untuk bertindak profesional dalam menjalankan dan memeriksa proses hukum ini di tengah dugaan di masyarakat terhadap politisasi yang sedang terjadi,” tegasnya.

Dari sisi hukum, Pakar Hukum Pidana Universitas Tarumanagara (UNTAR) Hery Firmansyah menjelaskan, politisasi dalam satu perkara hukum tidak mudah untuk dibuktikan. Ia tak memungkiri bahwa dewasa ini penanganan perkara primer yang lambat menjadi lemahnya penegakan hukum.

“Penangkapan atau penemuan sosok Harun Masiku yang terlampau lambat menjadikan lemahnya penegakan hukum di awal,” katanya kepada Forum Keadilan.

Kata Hery, KPK perlu menggali hubungan yang relevan antara Hasto dan Harun sebelum serta pasca kejadian tindak pidana suap, seperti domain PAW mana yang dianggap melampaui kewenangan yang dilakukan Hasto sebagai Sekjen PDIP.

“Karena selama ini asumsi adanya dugaan tindak pidana korupsi utamanya berawal dari adanya dugaan pelanggaran terhadap SOP yang ada,” jelasnya.

Pernyataan menohok juga dilontarkan Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti. Kata dia, PDIP seperti dicecar.

Pasalnya, hanya satu minggu setelah dilantik pimpinan KPK baru dan pemecatan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) beserta keluarga dari PDIP, Hasto ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Ray, itu bukan kebetulan semata. Ia menyebut, pimpinan KPK sekarang adalah anggota Kepolisian sedangkan lainnya ialah jaksa dan hakim. Dalam artian, KPK sekarang diisi orang-orang pemerintah.

“Pasca revisi UU KPK, lembaga itu adalah lembaga di bawah presiden. Jadi rasanya klop, KPK institusi di bawah presiden yang sebagian komisionernya datang dari kultur yang manut dengan presiden. Bukan datang dari kultur yang independen,” katanya kepada Forum Keadilan.

Ia membenarkan isu yang santer terdengar bahwa ada beberapa orang anggota atau pengurus PDIP jadi target hukum. Khususnya, mereka yang terdengar bersuara kritis terhadap pemerintahan sebelumnya dan yang sekarang.

Ray mengaku tak kaget penetapan tersangka Hasto ini, justru menguatkan isu yang sudah berkembang sebelumnya.

“Tinggal menunggu apakah model penegakan hukum seperti ini akan berlanjut kepada anggota atau pengurus PDIP yang lainnya. Kita tunggu. Jika Hasto jadi tersangka, maka peluang terpilihnya menjadi Sekjen PDIP di Kongres 2025 akan tipis,” jelasnya.

Ray menuturkan bahwa kasus suap mantan anggota KPU oleh Harun Masiku sebenarnya bukan masalah besar. Bahkan, ia menyebut kasus suap sendiri bukan praktik yang sangat berbahaya dibandingkan dengan korupsi.

Lebih-lebih para pelakunya bukan bagian dari orang yang sedang berkuasa. Uniknya, kata Ray, tersangka utama Harun Masiku sendiri belum ditangkap. Kini, muncul lagi tersangka baru.

“Terasa ada yang melompat dalam kasus ini. KPK ini seperti mengarah kepada Komisi Pemberantasan (warga) Kritis. Komisi yang menargetkan kasus hukum bagi orang-orang kritis di luar kekuasaan dan kemungkinan akan lembek pada orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan,” tegasnya.

Ray menyarankan agar lembaga besutan Megawati Soekarnoputri itu mengusut kasus CSR Bank Indonesia (BI). Kemudian, kasus OTT mantan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor dan Blok Medan.

“Kasus-kasus di atas jauh lebih urgen dan mendesak dituntaskan oleh KPK,” pungkasnya.*

Laporan Merinda Faradianti