FORUM KEADILAN – Pemerintah resmi mengumumkan bahwa pekerja dengan gaji Rp4,8 juta hingga Rp10 juta per bulan akan bebas dari Pajak Penghasilan (PPh) mulai 2025.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pembebasan PPh ini dilakukan guna menjaga daya beli di tengah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Terlebih lagi, kondisi daya beli masyarakat kelas menengah sedang menurun dalam beberapa waktu ke belakang.
“Memperhatikan juga masyarakat kelas menengah, di sektor padat karya pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah, yaitu yang gajinya sampai 10 juta,” ungkap Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan di Jakarta, Senin, 16/12/2024.
Walaupun demikian, pembebasan PPh untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta hanya berlaku bagi pekerja di industri padat karya. Di samping itu, pemerintah juga mengoptimalisasikan jaminan kehilangan pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan
“Jadi dari Rp4,8 juta sampai Rp10 juta, itu PPh-nya ditanggung pemerintah khusus untuk industri padat karya,” ujar dia.
“Artinya dari fasilitas yang ada BPJS ini akan membuat mekanisme yang lebih mudah sehingga nanti perubahannya adalah masalah masa klaimnya bisa diperpanjang sampai 6 bulan dan manfaatnya 60 persen untuk 6 bulan,” tuturnya.
Adapun PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) 100 persen itu hanya berlaku untuk tiga sektor padat karya, di antaranya sektor tekstil, sepatu, dan furnitur.
Di samping itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan, selain memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP, pemerinta juga memberikan insentif pembiayaan industri padat karya. Insentif ini diberikan untuk merevitalisasi mesin dalam rangka mendukung produktivitas dengan subsidi bunga 5 persen.
Pemerintah juga akan memberikan bantuan 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja (JKK) di sektor padat karya selama enam bulan.
Sri Mulyani melanjutkan, pemberian insentif tersebut dilakukan lantaran pemerintah mendengar,melihat, dan membaca data untuk memberikan dukungan kepada industri padat karya.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan tarif PPN sebesar 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Kenaikan pajak ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kenaikan PPN 12 persen ini secara resmi diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hingga menteri lainnya dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16/12.
“Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12 persen per Januari,” kata Airlangga.
Walaupun demikian, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ini tidak berlaku terhadap beberapa jenis barang, di antaranya yang dibutuhkan masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting. Rincian jenis barangnya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Barang-barang tersebut justru diberikan fasilitas bebas PPN.
Barang-barang tersebut di antaranya, beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkatan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, sampai pemakaian air.
“Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPNnya diberikan fasilitas atau 0 persen. Jadi barang yang seperti kebutuhan pokok seluruhnya bebas PPN,” ujarnya.
Sementara itu, barang-barang lain seperti tepung terigu, gula industri dan minyak goreng hanya akan dikenakan PPN sebesar 11 persen.
“Jadi tidak naik ke 12 persen, begitu juga tepung terigu dan gula industri
Di samping itu, pemerintah akan memberlakukan sejumlah paket stimulus ekonomi demi menjaga kesejahteraan masyarakat guna mengantisipasi dampak kenaikan PPN ini.*