KontraS Catat 45 Kasus Extrajudicial Killing pada 2024, Mayoritas oleh Polisi

Wakil Koordinator KontraS Andi Muhammad Rezaldy (kanan) usai peluncuran catatan hari HAM di Jakarta Pusat, Jumat, 6/12/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Wakil Koordinator KontraS Andi Muhammad Rezaldy (kanan) usai peluncuran catatan hari HAM di Jakarta Pusat, Jumat, 6/12/2024 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan

FORUM KEADILAN – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut bahwa sebanyak 45 kasus extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum terjadi sepanjang 2024. Dalam catatan mereka, aparat kepolisian menjadi pelaku yang paling banyak melakukan pembunuhan di luar hukum.

KontraS menyayangkan praktik penegakan hukum dan ketertiban untuk hidup sering kali terlanggar oleh aktor negara, baik aparat kepolisian maupun militer.

Bacaan Lainnya

Hal itu disampaikan oleh Wakil Koordinator KontraS Andi Muhammad Rezaldy dalam ‘Peluncuran Catatan Hari Hak Asasi Manusia Tahun 2024’ di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 6/12/2024.

“Hal tersebut terbukti dengan masih cukup banyaknya kasus pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh aparat negara khususnya kepolisian sepanjang Desember 2023-November 2024,” katanya, Jumat.

Menurut Andi, sepanjang Desember 2023 sampai November 2024, KontraS mencatat sebanyak 45 kasus extrajudicial killing dengan sebanyak 47 korban. Dari semua korban yang ada, sebanyak 37 orang merupakan tersangka tindak pidana (kriminal) dan 20 lainnya bukan tersangka tindak pidana.

“Pemantauan juga menunjukkan bahwa 29 korban extrajudicial killing yang terjadi disebabkan oleh penembakan dengan senjata api dan 18 lainnya akibat tindak penyiksaan,” tambahnya.

Di sisi lain, kata Andi, perlawanan yang dilakukan oleh korban kerap menjadi justifikasi atas dilakukannya penembakan terhadap mereka. Berdasarkan data KontraS, sebanyak 24 dari 47 korban pembunuhan di luar hukum terbunuh tanpa melakukan perlawanan kepada aparat.

“Mayoritas pelaku extrajudicial killing adalah aparat kepolisian, hal tersebut menunjukkan adanya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melakukan upaya penanggulangan tindak pidana,” katanya.

Adapun beberapa kasus yang diadvokasi oleh KontraS pada kasus extrajudicial killing adalah pembunuhan terhadap Mikael H. Sitanggang yang dibunuh oleh anggota TNI di mana ia dianggap sebagai peserta tawuran.

Selain itu, kata Andi, pola yang sama juga terjadi pada kasus Afif Maulana di Padang dan Gamma Rizkynanta di Semarang. Keduanya dianggap terlibat tawuran, sehingga tewas di tangan Polisi.

Andi menjelaskan, beberapa peristiwa yang dialami oleh Mikael, Afif dan Gamma menunjukkan bahwa aparat terkadang mencari berbagai pembenaran terhadap tindakan penghilangan nyawa yang dilakukan, para korban diframing sebagai ‘anak nakal’ yang seolah-olah dapat dengan sewenang-wenang ditembak oleh aparat hingga meregang nyawa.

“Para korban yang telah meninggal dunia harus kembali diframing negatif melalui berbagai atraksi wacana aparat yang seolah ingin mengaburkan fakta yang sebenarnya, dengan kata lain para korban telah ‘terbunuh dua kali’,” katanya.*

Laporan Syahrul Baihaqi

Pos terkait