FORUM KEADILAN – Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ragu untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan prajurit TNI aktif paska putusan Mahkamah Konstitusi. Dinilainya, putusan bernomor Nomor 87/PUU-XXI/2023 telah membawa angin segar di tengah pengumuman calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK pekan lalu.
“PBHI mengapresiasi putusan MK ini dengan harapan dapat menjadi “trigger” bagi kepengurusan baru untuk menangani berbagai kasus korupsi yang tak tersentuh,” kata Ketua PBHI, Julius Ibdani dalam keterangan tertulis, Minggu, 1/12/2024.
Julius mengingatkan beberapa peristiwa imbas dari penanganan korupsi yang melibatkan Prajurit TNI, di antaranya tindakan Puspok TNI yang ‘menggeruduk‘ KPK. Hal itu terjadi setelah KPK melakukan tangkap tangan dugaan korupsi tender proyek di Basarnas yang melibatkan dua prajurit aktif TNI.
Kemudian, kata Julius, kasus korupsi pengadaan alutsista pesawat Sukhoi Tahun 2003 dan helikopter AW101 yang tidak tersentuh. Disebutnya hal itu bisa lantaran adanya kerahasiaan negara dan prajurit yang terlibat harus ditindak melalui Peradilan Militer.
“Berbagai peristiwa tersebut menjadi catatan kelam terhadap penyelesaian kasus hukum yang dilakukan prajurit aktif TNI,” beber Julius.
Karena, lanjut Julius, PBHI memandang putusan MK menjadi “entry point” bagi KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi, khususnya bagi sektor-sektor yang sulit tersentuh, seperti TNI. Sehingga putusan MK tersebut juga menjadi langkah awal untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Menurut Julius, Peradilan Militer memberikan sistem hukum eksklusif kepada prajurit militer aktif terhadap tindak pidana dan kerap menjadi sarana impunitas bagi para prajurit yang terlibat dalam kejahatan. Maka dari itu, kata Julius, pihaknya mendesak KPK untuk mengungkap dan mengusut tuntas dugaan kasus-kasus korupsi melibatkan Tentara Nasional Indonesia.
Sebelumnya, MK menegaskan bahwa KPK berwenang untuk menangani kasus korupsi di ranah militer sampai adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), selama kasus tersebut ditemukan pertama kali oleh KPK.
“Artinya, sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan orang yang tunduk pada peradilan militer yang penanganannya sejak awal dilakukan/dimulai oleh KPK maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Suhartoyo saat membacakan pertimbangan di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 29/11/24.
Namun, apabila kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat keamanan ditemukan oleh lembaga penegak hukum selain KPK, seperti Polri dan Kejaksaan, Mahkamah menyebut bahwa tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain untuk melimpahkannya kepada lembaga anti-rasuah.*
Laporan Syahrul Baihaqi