FORUM KEADILAN – Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyesalkan putusan bebas bersyarat terhadap terpidana kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Hendra Kurniawan.
Meski demikian, Bambang menganggap putusan bebas wajar terjadi di negara-negara dengan penegakan hukum yang lemah.
“Saya menyebutnya lebih pada jamak atau banyak terjadi di negara yang penegakan hukumnya lemah,” kata Bambang kepada Forum Keadilan, Selasa, 6/8/2024.
Namun, kata Bambang, hal ini seharusnya disesalkan karena vonis bebas bersyarat Hendra Kurniawan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.
“Tetapi jamak yang terjadi belum tentu benar sesuai prinsip-prinsip keadilan,” tambahnya.
Bambang berpandangan bahwa Hendra Kurniawan seharusnya dikenakan pidana berat karena perannya yang cukup besar dalam kasus pembunuhan yang menghebohkan masyarakat dan merusak citra kepolisian itu.
Menurut Bambang, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri sempat merosot tajam akibat skandal Ferdy Sambo cs (terpidana kasus pembunuhan Brigadir J).
Kasus kelam ini, kata Bambang, seharusnya menjadi pertimbangan penting bagi penegak hukum untuk memberi sanksi berat kepada para pelaku.
“Harusnya lebih berat, karena dampak pelanggaran hukum yg dilakukan sangat berat karena berimbas pada marwah institusi Polri yang menurun di mata publik,” ujarnya.
Diketahui, mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Polri Brigjen Hendra Kurniawan mendapatkan pembebasan bersyarat sesuai dengan nomor PAS-468.PK.05.09 tahun 2024.
“Yang bersangkutan telah mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) pada tanggal 2 Juli 2024,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokoler Ditjen Pas Edward Eka Saputra, Senin, 5/8.
Edward menjelaskan, pada saat ini Hendra Kurniawan sedang berada di bawah bimbingan Bapas Klas I Jakarta Selatan.
“Dan akan melanjutkan pembimbingan di bawah pengawasan Bapas Kelas I Jakarta Selatan hingga 8 Juli 2026,” lanjutnya.
Pada pengadilan tingkat pertama Hendra Kurniawan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp20 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia dinyatakan bersalah terlibat perusakan CCTV yang membuat terhalanginya penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.
Hendra dinyatakan bersalah melanggar Pasal 48 juncto Pasal 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi ELektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Putusan tersebut kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada 10 Mei 2023.
Hendra pun dipecat sebagai anggota Polri melalui sidang etik.*
Laporan Reynaldi Adi Surya