FORUM KEADILAN – Provinsi Papua menjadi salah satu tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah. Sudah seharusnya daerah tersebut mampu mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar.
Namun ironisnya, di balik gelimang potensi tersebut daerah Papua Barat Daya masih terbelenggu dengan postur APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang rapuh.
Kepala Satgas Korsup Wilayah V Dian Patria mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kolaborasi Satgas Pencegahan dan Satgas Penindakan Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah V, saat ini tengah melakukan serangkaian kegiatan pencegahan korupsi lewat koordinasi dan supervisi di Papua Barat Daya.
“Kegiatan itu dilakukan terhitung sejak 1-12 Juli 2024 mendatang. Salah satu fokus utama dalam misi ini adalah mendorong optimalisasi PAD seperti pajak, retribusi, dan penertiban aset, yang menjadi tulang punggung kemandirian keuangan daerah,” kata Dian melalui keterangan tertulisnya, Sabtu, 6/7/2024.
Kata Dian, Papua Barat Daya ini terlalu bergantung pada APBD. Sedangkan PAD yang masuk terbilang sangat rendah, sehingga tidak ada kemandirian fiskal. Ia melanjutkan, berdasarkan temuan KPK, postur APBD se-Papua Barat Daya mengalami defisit hingga 11,07 persen yang masuk dalam kategori rawan.
Sedangkan, dari data Kemenkeu, rata-rata PAD Papua Barat Daya tahun 2023 hanya 3,10 persen dengan nilai pajak dan retribusi daerah tidak lebih dari 0,75 persen. Padahal, APBD sendiri merupakan instrumen penting yang memiliki fungsi, mulai dari otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi serta stabilitas.
Dian mengungkapkan, KPK sudah melakukan berbagai upaya seperti pemberian sanksi pada wajib pajak nakal serta pihak yang menguasai aset secara tidak berhak (administrasi sampai pidana). Lalu, pemberian sanksi bagi petugas yang tidak berintegritas, hingga membantu perbaikan sistem.
“Agar persentase APBD meningkat, dari sisi Pemda juga harus melakukan perbaikan. Perbaikan ini misalnya dari postur pengeluaran seperti tidak melakukan pokir sisipan, ikuti aturan dan jauhi konflik kepentingan saat pemberian hibah bansos, dan tidak menyisipkan izin proyek dalam proses pengadaan barang dan jasa (PBJ),” ujar Dian.
Survei Penilaian Integritas (SPI) Kabupaten Tambrauw sendiri, masih berada dalam kategori rentan korupsi. Dalam tiga tahun terakhir bahkan nilainya selalu mengalami penurunan yakni 71,73 (2021), 65,93 (2022), 59,30 (2023).
“Di Timur itu kurangnya integritas, ini masalah mindset. Memiliki aset daerah itu dianggap tidak salah. Jadi ketika punya aset, setelah pensiun atau pindah pemda, asetnya dibawa karena dianggapnya sudah berjasa. Itu jelas salah,” tegasnya.
Sehingga, Dian mengingatkan agar tidak ada lagi yang menguasai aset daerah ke depannya. Pasalnya, jika masih berulang, pihaknya tidak segan-segan untuk menindak.*
Laporan Merinda Faradianti