Tsunami Nepotisme di Papua: ASN Diangkat Berdasarkan Kedekatan dan Kekeluargaan

Ilustrasi nepotisme
Ilustrasi nepotisme | ist

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan temuannya di wilayah Timur Indonesia. Lembaga antirasuah itu menemukan birokrasi tak sehat serta nepotisme yang mengakar kuat, sehingga hal itu menjadi hambatan serius dalam mengoptimalkan pendapatan daerah dan menjadi pemicu terjadinya korupsi.

Fakta ini ditegaskan oleh Kepala Satgas Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V Dian Patria. Ia mengatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) di sana, diangkat karena adanya kedekatan dan nepotisme kekeluargaan.

Bacaan Lainnya

“Itu sangat kental di wilayah Timur, bukan karena jual-beli jabatan. Celakanya, kedekatan itu berpotensi menghasilkan SDM yang tidak kompeten,” kata Dian dalam keterangan tertulis, Kamis, 4/7/2024.

Bahkan, kata Dian, tim gabungan Satgas Korsup Pencegahan dan Penindakan KPK menemukan adanya dugaan praktik suap dan gratifikasi oleh pegawai Bappenda Kota Sorong dari wajib pajak, dengan nilai Rp130 juta setiap bulan.

Diduga, praktik itu telah berlangsung lama hingga menimbulkan kebocoran pendapatan daerah yang signifikan. Dian dengan tegas menuturkan, praktik itu tentu sudah masuk dalam ranah gratifikasi. Sayangnya, pelaku masih dipertahankan di Bappenda karena ada unsur kedekatan.

“Sehingga kalau kita lihat, postur APBD Kota Sorong itu pendapatan daerah yang berasal dari pajak, hanya masuk 5,13 persen saja. Tapi belanja pegawainya mencapai 41,23 persen. Sementara kota-kota besar di Timur itu sudah masuk 2 digit untuk persentasenya dengan belanja pegawainya di bawah 30 persen, sehingga kami turut mendorong peningkatan pendapatan pajak daerah Kota Sorong untuk naik ke dua digit,” tambah Dian.

Tidak hanya itu, nepotisme juga membawa efek domino bagi wilayah Timur. Dian mengungkapkan, banyak aset seperti kendaraan dan rumah dinas yang akhirnya dikuasai oleh pejabat karena merasa sudah berjasa secara turun temurun untuk daerah.

Penguasaan aset ini dilakukan dengan berbagai modus seperti tidak melakukan pengembalian aset saat pensiun, pinjam pakai, hibah, hilang, jual beli, rusak berat, dipakai di luar kota, dibawa serta pada saat mutasi/pindah pemda, hingga diubah kepemilikan atas nama pribadi.

Temuan ini, kata Dian, harusnya menjadi tamparan keras bagi sistem birokrasi di Papua. Pasalnya, nepotisme dan kurangnya kompetensi ASN mampu membuka celah yang berakibat pada kerugian keuangan negara dan menghambat pembangunan daerah.

Berdasarkan data KPK, Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023 Kota Sorong masuk dalam kategori rentan, dengan skor 58,20 poin (nilai rata-rata nasional 70.97 poin). Bahkan, skor Monitoring Center for Prevention (MCP) di tahun yang sama, berada di zona kuning dengan capaian 39,76 poin dari skala 0-100.

“Penguatan SDM dan perbaikan sistem menjadi kunci,” tutupnya.*

Laporan Merinda Faradianti

Pos terkait